Thursday, May 29, 2014

Tujuh Tahun Ayah Pergi

Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu...

29 Mei 2007, tepatnya sudah tujuh tahun ayah meninggalkan kami, menuju tempat pulang sejati. Ke pangkuan Ilahi Yang Maha Tinggi.

Sore hari, setelah 10 hari sebelumnya saya wisuda Sarjana, dan setelah 7 hari kita pergi berfoto bersama ke studio foto di Bukittinggi.

Ayah, dengan kesungguhan beliau memimpin keluarga dan mendidik kami. Saat kami beranjak dewasa, beliau menjadi sahabat kami dalam berbagai cerita.

Ayah, dengan wibawa beliau, menjadikan kami (kelima anak beliau) senantiasa segan namun dekat dalam berbagai suasana.

Tujuh tahun berlalu, dengan ketiadaan Ayah bersama kami. Alhamdulillah, nikmat Allah kami rasakan di sini dengan sangat berlimpah, semoga Ayah di sana juga mendapat Rahmat berlimpah dari Allah Ta'ala.

Tujuh tahun yang lalu, tepatnya malam ini. Kami berlima dan Mama mulai melalui hari tanpa kehadiran Ayah. Meski jasad tak mampu bertemu, mata tak mampu memandang, namun hati kami tetap lekat memelukmu.

Ayah, alhamdulillah karunia Allah Swt sangat banyak kepada kita. Cita-cita Ayah untuk menjadikan kami semua sarjana sudah hampir tercapai. Dimana Rahma, anak bungsu Ayah, sekarang telah mulai memasuki tahun akhir S1 di Universitas.

Berkat do'a dan bimbingan mama, serta dukungan Kak Dina dan kami bersaudara, Alhamdulillah Allah lancarkan perjalanan pendidikan anak-anak Ayah.

Kalau direnungkan, Ayah sudah menyelesaikan tugas beliau di dunia, khususnya sebagai pendidik kami sebagai amanah yang Allah Swt titipkan kepada Ayah dan Mama. Maka kini, tugas itu berlanjut kepada kami, khususnya saya yang kini juga sudah menerima amanah dari Allah Swt.

Akankah kelak yang saya cita-citakan untuk anak-anak yang saya lahirkan akan tercapai? Akankah tugas sebagai istri bagi suami, bunda bagi anak-anak dan anak bagi Mama, saudara bagi adik dan kakak, serta sebagai anggota masyarakat bisa saya laksanakan dengan baik?

Lalu bagaimana pula kami mempersiapkan diri untuk perpisahan di dunia demi bertemu dengan-Mu di saat ajal menjelang? Serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang makin panjang jika dituliskan.

Kepada Allah Swt yang Maha Tahu dan Berkehendak saya serahkan semuanya. Saat ini kewajiban saya belajar, berencana dan berusaha dengan sebaik-baiknya. Kelak Allah jua yang memutuskan apa yang layak bagi saya dan keluarga.

Sebenarnya diantara banyak hal yang masih belum tercapai, ada satu hal yang sangat ingin saya wujudkan sebagai tanda cinta dan sayang saya kepada Ayah dan Mama. Yang sampai sekarang masih saya upayakan. Semoga Allah memampukan dan melayakkan saya untuk mencapainya. Aamiin Allahumma Aamiin...

#mengenang 7 tahun meninggalnya Ayah Abdulkadir Linin yang kami cintai dan kami banggakan.

Terimakasih Ayah, untuk semuanya. Semoga do'a-do'a kami adalah amalan yang tak terputus sampai kepadamu. Kelak, kami pun akan mengikuti perjalanan yang sama dengan yang Ayah lalui.

Semoga kelak Allah Swt mempertemukan kita semua dan keturunan-keturunan Ayah di Syurga-Nya... Aamiin Ya Mujiibas Saa-iliin...

Kamis, 29 Mei 2014
Ruang Tengah, Marken.

Saturday, May 10, 2014

Syukur: Tak sekadar lisan, namun dari hati yang tumbuh dalam kebaikan

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Termangu membaca grup WA dari produsen Abaca Flashcard, Mba Diena Ulfaty. Beliau membahas tentang syukur yang beliau kutip dari karya Ulama Ibn Qayyim Al-Jauziyah. Syukur yang tak sekedar ada di dalam hati, terucap di lidah atau tertulis di ‘status’, namun harus terurai dalam perbuatan.

Ya, wujud syukur yang tak melulu dengan ucapan Alhamdulillah saja, tidak selalu dengan kata ‘terima kasih’ saja, tetapi diikuti dengan makin kuatnya ibadah, baiknya hati dan banyaknya amal shalih. Jika dikaitkan dengan harta, maka seseorang akan banyak bersedekah harta sebagai wujud syukur dari rejeki yang didapatkan. Jika dikaitkan dengan ilmu, maka ilmu yang dia peroleh tak lantas membuatnya merasa pintar, namun memberikan manfaat pada sekitarnya. Jika dikaitkan dengan kesehatan dan kekuatan jasmani, maka dengan mudah dia memberikan bantuan atau pertolongan bagi yang memerlukan.

Syukur merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi bagi seorang mukmin. Syukur merupakan bentuk pengakuan terhadap nikmat yang Allah berikan dengan dasar: ketundukan, kecintaan (menetapkan hati untuk mencintai-Nya), pengakuan nikmat (menyandarkan semua kenikmatan kepada pemiliknya, yakni Allah SWT), sanjungan dan pujian terhadap Yang Memberi Nikmat dengan selalu mengingat kenikmatannya), serta memanfaatkan kenikmatan untuk sesuatu yang diperbolehkan (diridhai Allah).

Syukur kepada Allah SWT selalu mencakup kepada tiga hal:

      1.       Mengakui kenikmatan yang diterima secara batin, bersyukur dengan hati

      2.      Membicarakan kenikmatan secara lahir, bersyukur dengan lisan.
Firman Allah SWT: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebutnya (dengan bersyukur)” (QS: Al-dhuha: 11)

  3. Memanfaatkan kenikmatan dalam rangka menaati-Nya dan mencegah diri dari kemaksiatan, bersyukur dengan perbuatan.

Firman Allah SWT: “Bekerjalah hai keluarga Daud, untuk bersyukur kepada Allah” (QS: Saba’: 13)

Kadang, kita sering lupa bahwa nikmat yang Allah SWT berikan sangat banyak, sehingga membuat kita menjadi kurang bersyukur, apalagi dengan menambahnya dengan keluhan. Kembali mengingat bahwa nikmat itu tidak sebatas apa yang bisa kita makan, minum atau hanya sebatas harta saja. Tetapi nikmat itu sangat luas dan yang paling agung adalah nikmat Iman dan Islam. Jika saja nikmat ini bisa kita syukuri dengan baik, maka tak ada lagi kebahagiaan yang melebihi dari keimanan dan keislaman yang kita miliki. Allah SWT memberikan jalan dan pedoman untuk kita menjalani hidup dengan naungan-Nya. Semoga Allah SWT ridha… Aamiiin allahumma aamiin.

Nikmat lainnya yang kita miliki dan jarang kita sadari adalah nikmat penutupan aib, penangguhan dosa, nikmat teguran, nikmat taubat, nikmat sebagai hamba yang terpilih (terpilih mampu berpegang teguh pada tali Allah pada zaman penuh musibah), nikmat sehat, dan yang teakhir nikmat harta (makanan, minuman, dan pakaian).

Hmm, kalau sudah di bagian ini, betapa kurang bersyukurnya kita ketika kita hanya menilai nikmat pada harta saja. Padahal, nikmat harta itu merupakan nikmat yang ke sekian sesudah banyaknya nikmat lain yang wajib kita syukuri. Astaghfirullahal ‘azhiim…

Perjalanan menuju syukur yang sebenarnya tidaklah mudah, namun akan menjalani proses panjang, sebelum kita benar-benar bisa dikatakan bersyukur. Syukur yang harus didahului dengan sikap ridha, dan berdampingan dengan sikap sabar, bahkan sehingga suatu saat kita benar-benar bisa memahami makna “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal”.

Tepatnya syukur secara umum ditujukan kepada makanan, minuman, pakaian dan kekuatan tubuh. Sedangkan syukur secara khusus menunjukkan kepada tauhid, keimanan dan kekuatan hati.

“Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika” (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu)


Tulisan minggu lalu, baru posting hari ini... :)

Dini hari, Ruang Tengah

Margahayu Kencana