Saturday, May 10, 2014

Syukur: Tak sekadar lisan, namun dari hati yang tumbuh dalam kebaikan

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Termangu membaca grup WA dari produsen Abaca Flashcard, Mba Diena Ulfaty. Beliau membahas tentang syukur yang beliau kutip dari karya Ulama Ibn Qayyim Al-Jauziyah. Syukur yang tak sekedar ada di dalam hati, terucap di lidah atau tertulis di ‘status’, namun harus terurai dalam perbuatan.

Ya, wujud syukur yang tak melulu dengan ucapan Alhamdulillah saja, tidak selalu dengan kata ‘terima kasih’ saja, tetapi diikuti dengan makin kuatnya ibadah, baiknya hati dan banyaknya amal shalih. Jika dikaitkan dengan harta, maka seseorang akan banyak bersedekah harta sebagai wujud syukur dari rejeki yang didapatkan. Jika dikaitkan dengan ilmu, maka ilmu yang dia peroleh tak lantas membuatnya merasa pintar, namun memberikan manfaat pada sekitarnya. Jika dikaitkan dengan kesehatan dan kekuatan jasmani, maka dengan mudah dia memberikan bantuan atau pertolongan bagi yang memerlukan.

Syukur merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi bagi seorang mukmin. Syukur merupakan bentuk pengakuan terhadap nikmat yang Allah berikan dengan dasar: ketundukan, kecintaan (menetapkan hati untuk mencintai-Nya), pengakuan nikmat (menyandarkan semua kenikmatan kepada pemiliknya, yakni Allah SWT), sanjungan dan pujian terhadap Yang Memberi Nikmat dengan selalu mengingat kenikmatannya), serta memanfaatkan kenikmatan untuk sesuatu yang diperbolehkan (diridhai Allah).

Syukur kepada Allah SWT selalu mencakup kepada tiga hal:

      1.       Mengakui kenikmatan yang diterima secara batin, bersyukur dengan hati

      2.      Membicarakan kenikmatan secara lahir, bersyukur dengan lisan.
Firman Allah SWT: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebutnya (dengan bersyukur)” (QS: Al-dhuha: 11)

  3. Memanfaatkan kenikmatan dalam rangka menaati-Nya dan mencegah diri dari kemaksiatan, bersyukur dengan perbuatan.

Firman Allah SWT: “Bekerjalah hai keluarga Daud, untuk bersyukur kepada Allah” (QS: Saba’: 13)

Kadang, kita sering lupa bahwa nikmat yang Allah SWT berikan sangat banyak, sehingga membuat kita menjadi kurang bersyukur, apalagi dengan menambahnya dengan keluhan. Kembali mengingat bahwa nikmat itu tidak sebatas apa yang bisa kita makan, minum atau hanya sebatas harta saja. Tetapi nikmat itu sangat luas dan yang paling agung adalah nikmat Iman dan Islam. Jika saja nikmat ini bisa kita syukuri dengan baik, maka tak ada lagi kebahagiaan yang melebihi dari keimanan dan keislaman yang kita miliki. Allah SWT memberikan jalan dan pedoman untuk kita menjalani hidup dengan naungan-Nya. Semoga Allah SWT ridha… Aamiiin allahumma aamiin.

Nikmat lainnya yang kita miliki dan jarang kita sadari adalah nikmat penutupan aib, penangguhan dosa, nikmat teguran, nikmat taubat, nikmat sebagai hamba yang terpilih (terpilih mampu berpegang teguh pada tali Allah pada zaman penuh musibah), nikmat sehat, dan yang teakhir nikmat harta (makanan, minuman, dan pakaian).

Hmm, kalau sudah di bagian ini, betapa kurang bersyukurnya kita ketika kita hanya menilai nikmat pada harta saja. Padahal, nikmat harta itu merupakan nikmat yang ke sekian sesudah banyaknya nikmat lain yang wajib kita syukuri. Astaghfirullahal ‘azhiim…

Perjalanan menuju syukur yang sebenarnya tidaklah mudah, namun akan menjalani proses panjang, sebelum kita benar-benar bisa dikatakan bersyukur. Syukur yang harus didahului dengan sikap ridha, dan berdampingan dengan sikap sabar, bahkan sehingga suatu saat kita benar-benar bisa memahami makna “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal”.

Tepatnya syukur secara umum ditujukan kepada makanan, minuman, pakaian dan kekuatan tubuh. Sedangkan syukur secara khusus menunjukkan kepada tauhid, keimanan dan kekuatan hati.

“Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika” (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu)


Tulisan minggu lalu, baru posting hari ini... :)

Dini hari, Ruang Tengah

Margahayu Kencana

No comments: