Monday, March 16, 2015

Resume Kulwapp IIP: Mengembangkan Fitrah Keimanan

[Serial Kulwapp Ibu Profesional]
RESUME KULWAPP IIP MALANG RAYA #1
Tema : Konsep dan Cara Konkret Menanamkan Tauhid pada Anak
Hari, tgl : Jumat, 13 Maret 2015
Waktu : 20.00 - 21.00 WIB
Narasumber : Harry Santosa
*beliau adalah ahli community based education, pendidikan anak berbasis fitrah. Founder MLC (Millenial Learning Club) dan Home Education berbasis potensi dan akhlak*

Host : Anzilia Rizka
Co Host : Alfiyanti Dwi
Admin : Andita A. Aryoko

MENGEMBANGKAN FITRAH KEIMANAN
By Harry Santosa
Sesungguhnya sebelum kita dilahirkan ke muka bumi, setiap kita pernah bertemu Allah dan bersaksi bahwa Allah benar adanya sebagai Robb kita.
“Alastu biRobbikum? Qoluu Balaa Syahidnaa”,
begitu bunyi ayatnya di dalam alQuran.
Walau kita lupa peristiwa persaksian itu namun, itu semua itu terekam kuat bahkan terinstal di dalam fitrah keimanan setiap bayi yang lahir
Karenanya tidak ada satu kaum atau suku pun di muka bumi yang tidak memiliki Tuhan dan tempat beribadah. Karena secara fitrah sesungguhnya setiap manusia menyadari eksistensi Zat Yang Maha Hebat, Zat Yang menciptakan, mengatur, memberi rizqi dan
menguasai segalanya.
Manusia menyadari bahwa bersandar pada Zat Yang Maha Segalanya adalah
keniscayaan. Itulah yang menjelaskan mengapa setiap bayi yang lahir “menangis”, karena pada galibnya, setiap bayi merindukan Zat Yang Mampu Memeliharanya, Zat
Yang Memberi Rizki kepadanya, Zat yang Maha Hebat tempat menyandarkan semua kebutuhan dan masalahnya, yaitu Robb Semesta Alam.
Inilah Potensi Fitrah Keimanan, meliputi fitrah kesucian, fitrah kebenaran, fitrah kecintaan, fitrah kehormatan diri, fitrah malu terhadap dosa dstnya. Inilah fitrah terpenting dan terutama
dibanding fitrah lainnya.
Fitrah keimanan inilah yang melingkupi semua fitrah lainnya seperti fitrah bakat, fitrah belajar, fitrah kepemimpinan, fitrah perkembangan sehingga disempurnakan menjadi mulia.
Fitrah keimanan yang menyempurnakan fitrah lainnya sehingga menjadi mulia inilah yang kita kenal dengan akhlaqul karimah.
Bagaimana menjaga dan memelihara serta membangkitkan dan menumbuhkan fitrah keimanan ini?
Ayah Bunda, para pendidik peradaban, para penumbuh fitrah, ketahuilah bahwa sosok Robb bagi seorang bayi, adalah kedua orangtuanya.
Bagaimana Ayah Bundanya bersikap maka begitulah anak balita kita membangun imaji baik atau buruk tentang Robbnya, kemudian dengan
imaji itu mereka mempersepsi Robb nya dan mengkonstruksi pensikapannya terhadap
kehidupannya kelak.
Allah swt sebagai Robb, meliputi Kholiqon (Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara), Roziqon (Allah sebagai Pemberi Rizqi) dan Malikan (Allah sebagai
Pemilik). Begitulah bayi kita memandang kita,
orangtuanya sebagai penciptanya, pemeliharanya,
pemberi rizkinya, pemasok kebutuhannya dan pemilik serta pelindungnya.
Rasulullah SAW, pernah dengan keras menegur seorang ibu yang menarik bayinya dengan keras karena pipis di pangkuan Rasulullah SAW. “Wahai
bunda, pipis ini kan bisa di bersihkan, namun
perbuatan bunda menarik bayi dengan kasar dan keras akan diingatnya sepanjang hayatnya”.
Imaji yang buruk anak kita tentang perbuatan
orangtuanya, akan menyebabkan luka persepsi. Dan setiap luka persepsi akan melahirkan pensikapan
yang buruk terhadap kehidupan anak kita kelak ketika mereka dewasa.
đŸ‘¤Ada seorang psikolog yang mengatakan bahwa satu hari yang membahagiakan seorang anak ketika
mereka kecil, akan menyelamatkan satu hari ketika mereka dewasa. Beberapa hari yang membahagiakan seorang anak di masa kecil, akan menyelamatkan beberapa hari ketika mereka dewasa.
Seluruh hari yang membahagiakan seorang anak sepanjang masa anak anaknya akan menyelamatkan seluruh hidupnya ketika dewasa kelak.
Inilah pentingnya membangun imaji positif anak2 terhadap orangtuanya, terhadap alamnya, terhadap masyarakatnya, terhadap agamanya sejak usia dini.
Rasulullah SAW membiarkan cucunya bermain kuda kudaan ketika beliau sedang sujud dalam sholatnya, hingga kedua cucunya puas. Ini semata mata untuk mengkonstruksi imaji positifnya tentang ibadah.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membolehkan Aisyah kecil memainkan boneka, memiliki tirai
bergambar dstnya. Ini semata-mata agar anak
anak memiliki imaji psoitif tentang kehidupannya.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW meminta imam sholat memendekkan bacaannya apabila terdapat anak-anak di dalam shaf makmumnya. Ini semata-mata agar anak memiliki imaji positif tentang sholat dan Tuhannya.
Hati-hati dengan wajah kita, jangan pernah menunjukkan wajah suram di hadapan anak anak kita ketika memandang wajah anak-anak kita, belailah kepalanya dan bersholawatlah.
Juga jangan pernah berwajah tidak bahagia ketika adzan berkumandang, jangan pernah perlihatkan
wajah suram ketika memberi shodaqoh kepada fakir
miskin dsbnya.
Itu semua akan mematikan fitrah keimanan anak anak kita.Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan belajar di alam, belajar bersama alam. Ajak anak2 balita kita ke alam, bangkitkan imajinasi positifnya tentang semesta, katakan bahwa burung-burung juga sholat dengan merentangkan sayapnya, bulan, planet dan bintang-bintang di langit juga sholat
dengan berjalan pada garis edarnya. Bagaimana
patuhnya alam pada Sang Pencipta.
Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan kisah kisah inspirasi dan kepahlawanan, utamakan kisah alQuran sebelum kisah lainnya. Hindari memulai dengan kisah2 yang berisi banyak peringatan tentang perbuatan yang buruk, mulailah dengan kisah kisah yang membahagiakannya dan memicu kegairahan tentang perbuatan yang baik.
Inilah pentingnya Bahasa Ibu yang utuh pada usia dini, agar anak anak mampu mengekspresikan
gagasannya, perasaannya dengan utuh, sebagai
represntasi imaji imaji positifnya.
Nah, bila anak2 kita telah memiliki imaji imaji yang baik dan positif tentang Allah, tentang Sholat, tentang alQuran, tentang Alam Semesta dsbnya
sejak usia 0-6 tahun, maka ketika Sholat diperintahkan pada usia 7 tahun, akan seperti pucuk dicinta ulam tiba. Tidak ada perlawanan apapun kecuali kebahagiaan menyambutnya.
Hal yang sama berlaku untuk syariah lainnya. Jadi mulailah dengan membangkitkan kesadaran fitrah keimanannya sejak dini bukan dimulai dengan
memaksakan pelaksanaan syariahnya.
Begitulah tarbiyah yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Usia 10 tahun adalah batas akhir untuk mengenal Allah secara utuh lewat pembuktian Sholat yang
konsisten. Karenanya anak yang sudah berusia 10
tahun boleh dipukul bila masih belum konsisten
sholatnya.
Hal ini sebaiknya tidak terjadi karena ada masa yang panjang selama 10 tahun untuk menyadarkan dan membangkitkan fitrah
keimanannya.
Rasulullah SAW tidak pernah memukul anak sepanjang hidupnya. Maka ada hal terpenting bagi kita semua para orangtua untuk mendidik keimanan anak-anak kita
yaitu mulailah dengan membersihkan jiwa kita dan mengembalikan fitrah2 baik dalam diri kita, sehingga fitrah kita akan bertemu dengan Fitrah Keimanan anak anak kita, yang sesungguhnya telah
siap untuk disemai,dibangkitkan dengan inspirasi, imaji dan keteladanan.
Mari kita perbaiki jiwa dan keimanan kita sebelum
membangkitkan fitrah keimanan anak anak kita.
Menjadi orangtua sejati dengan jiwa dan hati yang bersih adalah keberkahan dan bekal menumbuhkan
fitrah keimanan anak anak kita.
Tanpa tumbuhnya Fitrah Keimanan anak kita maka fitrah lainnya akan menjadi tidak mulia.
*Renungan Pendidikan #13

TANYA JAWAB
1. Bagaimana menjelaskan pada anak ttg perilaku baik buruk yang dikaitkan dg perintah dan larangan Allah. Terkadang celetuk "tidak boleh bgini, Allah tidak suka nnt Allah marah lho.." (anak berpikir jd Allah itu suka marah2 ya?)
-Bunda Solichati-
1. bunda Solichati yang baik,
Tergantung usianya. Di bawah 7 tahun, anak belum punya tanggungjawab moral, mereka mempersepsi segalanya dalam bentuk imaji positif dan imaji negatif. Karenanya bunda benar, anak akan mempersepsi negatif tentang Allah bila caranya seperti di atas.
Ketahuilah bahwa selain fitrah2 keimanan, fitrah ksucian dll, maka kebaikan dan keburukan juga Allah ilhamkan dalam diri anak2 kita. Jangan heran bila tiba2 anak kita yang sangat santun, lalu tiba2 berbohong, tiba tiba berbuat hal negatif padahal tdk pernah diajarkan. Jangan kaget gadis kecil balita kita tiba2 minta dipakaikan jilbab, minta diajarkan membaca alQuran dll.
Maka tidak perlu memarahi, mengardik menakut nakuti ketika mereka berbuat sesuatu yang kurang baik. Bu Elly Risman menganjurkan banyak diam ketika anak berbuat buruk, dan banyak memuji dan bicara baik ketika anak berbuat baik. Ini semata2 agar kita tdk melukai jiwanya. Luka jiwa akan merusak pesepsinya. Rusak persepsi akan menghalangi tumbuhnya fitrah yang baik. Ini lebih buruk dari perbuatan buruknya. Maka fokuslah pd kebaikan2 anak2 kita, maka cahaya kebaikannya akan dominan. Kegelapan hanya ada ketika tidak ada cahaya bukan?
Usia 7 tahun ke atas, boleh secara eksplisit perintah dan larangan bertahap diterangkan dan diteladankan. Di usia ini anak mulai memahami sosialnya, ego sentrisnya sdh mereda, mata dan telinganya sdh berkembang sempurna. Karenanya sholat diperintah pd usia 7 tahun, bukan ssjak dini.

2. Bagaimana cara menjawab pertanyaan dr anak usia 2 tahun/balita : Mi,Allah mana mi? Mi kenapa kok sholat? Allah seperti apa kok nggak bisa dilihat?
-pertanyaan gabungan dr bbrp ibu-
2. bunda bunda yg baik,
Anak usia 0-6 tahun belum memahami hal yg abstrak atau gaib. Mereka hanya memahami yang kongkret walau mereka paham konsep waktu, misalnya kemarin ayah disini duduk sekarang kerja di kantor, ini kue bibi, tapi bibi nya pulang.
Maka mengenalkan Allah selain dengan keteladanan sosok ayah bundanya, juga dengan menjelaskan sesuai perkembangan usianya.
Kalau bertanya, Allah dimana bun?
Jawablah Allah lagi sama kakek di syurga, dia tahu kalau kakak lagi sama bunda
Kalau bertanya, Kok ga kelihatan bun?
Jawablah, Sini tanganmu bunda tiup. Terasa ga anginnya? Kelihatan ga anginnya?
Kalau bertanya siapa yang buat Gunung?
Jawablah Allah, kalau roti ada yang buat, masak gunung ga ada yang buat
Kalau bertanya mengapa sholat
Jawablah bahwa semua alam semesta juga sholat. Burung2 sholat dengan mengepakkan sayapnya petir dengan guruhnya, matahari juga sholat pada Allah dengan terbit tiap pagi dan terbenam tiap petang.
Intinya dekatkanlah yang abstrak dengan yang kongkrit dan terlihat
Dstnya. Ini contoh saja.

3. Apakah pendidikan tauhid sudah bisa di ajarkan sejak dalam kandungan?atau begitu dia lahir?bagaimana caranya?apakah sekedar membacakan al quran kah? bagaimana kalau modal agama pas2an/merasa belum cukup.
-gabungan pertanyaan bbrp ibu-
3. bunda2 yang baik,
Secara fitrah tiap anak yang lahir bertauhid. Kita semua pernah bersaksi bahwa Allah adalah Robb. Lihat QS 7:172 , ....bukankah Aku Robb kalian? Ketika itu kita berkata "Benar, kami bersaksi".
Setelah kita lahir di bumi mungkin kita tdk mengingat persaksian ini namun secara fitrah tertanam kuat. Dr Yusuf Qardhawi dalam bukunya Wujudullah yang diterjemahkan menjadi Eksistensi Allah mengutip tulisan seorang antropolog yg sdh keliling dunia dan menyaksikan semua suku terpencil dan bangsa2. "...ada suku atau bangsa yang tidak punya perpustakaan, ada bangsa yang tdk punya pasar, ada bangsa yang tidak punya sekolah dsbnya, tetapi tidak ada satu bangsapun yang tidak punya tempat ibadah" artinya setiap manusia mengenal tauhid rubbubiyah, Allah sbg pencipta, pemelihara, pemberi rizki, pemilik dstnya.
Di ayat lain disebut, jika ditanyakan (kpd kafir Quraisy) siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka menjawab Allah.
Jadi sejak lahir seorang anak sudah memahami tauhid Rububiyatullah. Nah mereka, anak2 dibawah usia 3 tahun have no idea ttg Tuhan, maka ayahbunda nyalah yang dianggap sebagai sosok Robb bagi anak2. Memberi ASI selama 2 tahun pertama adalah pendidikan tauhid tiada tara. Kedekatan, kenyamanan, ketenangan, kelembutan, ketulusan, senyum yg tulus, wajah yg ceria dll terekam kuat dalam benak anak2 bayi yang akan mempengaruhi pensikapannya kelak ttg dirinya, kehidupannya dan Tuhannya dstnya.
Usia 3-6 tauhid ini ditumbuhkan dengan imaji2 atau kesan2 positif, atmosfir keshalihan di rumah, keteladanan yang menyenangkan dstnya. Tauhid tidak perlu diajarkan, dibangkitkan dulu saja. Anak2 yg bangkit tauhidnya, yang cinta Allah akan riang gembira menerima perintahnya kelak di usia 7 tahun ke atas. Anak yang cinta Kitabullah akan membaca dan menghafal alQuran dengan sendirinya. 

4. mengenai anak sy yg nmr 2 (yg dulu mogok sekolah, alhamdulillah stlh menjalankan nasehat p harry skrg rajin sekolah lg)
permaslahan skrg sholatnya blm mau mengerjakan dgn kesadaran sendiri.padahal umurnya sdh 10 th.. jd hrs selalu disuruh.. bgmn cara menasehatinya?
- bunda isti-
4. bunda Isti yang baik,
Secara syariah seharusnya boleh dipukul (pukulan yg tdk menghinakan spt di kaki), namun sebaiknya jangan sampai terjadi. Apakah kita sdh membangun iklim keshalihan yang menyenangkan di rumah, keteladanan yang mengesankan dstnya. Apakah ada trauma ttg agama atau sholat? Please check.
Jika nampaknya belum berkesan mendalam dan bukan trauma, maka bunda coba ajak homestay beberapa hari atau sepekan ke keluarga sholehah, baik sholeh personal maupun sholeh komunal. InsyaAllah akan berpengaruh besar. Apalagi jika keluarga itu punya bisnis atau profesi sukses yang sesuai bakat ananda.
Keberkesanan dalam dakwah atau pendidikan adalah hal terpenting untuk usia menjelang aqil baligh dan aqilbaligh.

Tambahan tanya jawab terkait Pengembangan Fitrah Anak:

1. Ayah Kharir,
Kegiatan apa saja yang sangat dianjurkan dilakukan sang ayah bersama ananda yang masih balita?
Sekolah atau pesantren mana yang jadi rujukan he dalam menerapkan pendidikan yang mengembangkan fitrah
1. Umur 0-2 dominan Ibu krn ada kewajjban ASI. Dengan ASI ini saja sudah hampir sepenuh aspek mendidik. Ayah tentu bukan tdk berperan, wajah ayah yang bijak dan maskulin akan memberikan kenyamanan yang berbeda pada anak 0-2 tahun. Usia 3 - 6 tentu bersama2 mendidiknya. Pada usia ini intinya anak memerlukan kedekatan yang penuh, imaji2 positif yang baik ttg Allah Rasul Ibadah dll dengan atmosfir kebaikan di rumah dan keteladanan, mereka memerlukan udara segar dan bersih ekslorasi di alam utk fitrah belajarnya, bahasa ibu yang intens dstnya. Hindari penjejalan kognitir pd fae ini. Pahami fase perkembangan pada tahap ini maka akan tahu harus bagaimana. Buat mereka cinta dan ridha pada kebaikan maka mereka akan menjalaninya tanpa diminta.

2. Bunda Ike
Bagaimana pentahapan pengenalan Allah di masa balita, juga tentang hal2 lain yang ghoib
2. Anak usia 0-6 tahun belum memahami hal yg abstrak atau gaib. Mereka memahami yang kongkret walau mereka paham konsep waktu, misalnya kemarin ayah disini duduk sekarang kerja di kantor, ini kue bibi, tapi bibi nya pulang.
Maka mengenalkan Allah selain dengan keteladanan sosok ayah bundanya, juga dengan menjelaskan sesuai tahapannya.
Kalau bertanya, Allah dimana bun?
Jawablah Allah lagi sama kakek di syurga, dia tahu kalau kakak lagi sama bunda
Kalau bertanya, Kok ga kelihatan bun?
Jawablah, Sini tanganmu bunda tiup. Terasa ga anginnya? Kelihatan ga anginnya?
Kalau bertanya siapa yang buat Gunung?
Jawablah Allah, kalau roti ada yang buat, masak gunung ga ada yang buat
Dstnya. Ini contoh saja.

3. bunda Nurul,
Pak Harry bisa memberikan contoh aplikasi untuk materi BBA anak usia 3y dan berapa lama sebaik nya anak belajar di alam? terima kasih
3. Belajar bersama alam, ada 3 macam, yaitu menjadikan alam sebagai ruang belajar (belajar di alam), obyek belajar (sains) dan media belajar (resources atau alat). Rasulullah saw banyak belajar bersama alam sejak 0-6, baik alam dalam makna benar2 di alam real, spt bermain alam pedesaan, naik bukit, menggembala kambing dll. Jika kita di perkotaan saat ini bisa diganti dengan yg paling ringan yaitu berkebun sederhana, memelihara hewan, interview tukang sayur, ke taman dekat rumah dll atau yang lebih kompleks misalnya memasak bersama, ke museum, pasar, ke stasiun kereta, ke bandara ke kantor layanan publik dll. BBA nya tergantung kita, misalnya ke kebun binatang, apakah mau menjadikan kebun binatang sbg ruang belajar, obyek belajar atau media belajar .
Setelah usia 7 tahun, mulai kombinasi dengan belajar bersama alam dalam makna peng"alam"an lokalitas dan masyarakat. BBA lebih kpd keterampilan2 hidup alam utk leadership dll. Kepanduan sangat baik.
BBA adalah pendekatan belajar terbaik dan sangat berkesan, membangun imaji positif dan dalam banyak riset dan realita terbukti sangat menyehatkan jiwa dan raga, selain umumnya murah dan mudah.

4. Bunda NN,
1. Bisakah HE itu dilaksanakan dgn kondisi orang tua yg LDR, dan ibu bekerja?
2. Bagaimana memotivasi diri kita sbg orang tua yg mlaksakan HE..agar konsisten dan konsekuen? Maturnuwun
4. Jawaban 1. HE menjadikan rumah sebagai based pendidikan, agar orangtua bisa menjalankan perannya lebih signifikan dan bermakna. Secara syarat kedekatan fisik adalah mutlak, secara metode sbnrnya lebih sederhana, yaitu tidak membawa pengajaran teknis ke rumah, namun fokus pd membangun suasana dan atmosfer kebaikan dan keteladanan di rumah utk fitrah keimanannya, memberi banyak idea dan inspirasi utk fitrah belajarnya dan memberi kesempatan seluasnya utk wawasan aktifitas serta konsisten dan disiplin yg menyenangkan kpd fitrah bakatnya.
2. HE adalah kewajiban bukan pilihan, maka menjaga konsistensinya sangat terkait erat dengan aspek ruhiyah (keyakinan peran dan eksistensi fitrah) dan aspek fikrah (idea gagasan yang mengkristal). Konsekuensi adalah keniscayaan dari sebuah pilihan, maka setiap pilihan punya konsekuensi. Konsekuensi terberat dari meninggalkan amanah menjaga fitrah adalah jika anak2 kita kehilangan fitrahnya. 

5. bunda Rima,
Sy pengen nanya secara praktek HE itu bagaimana? Apakah menggunakan kurikulum kah? Atau bagaimana?
Patokan apa yg kita kita gunakan sbg pengukur keberhasilan HE?
5. Kami menyebut kurikulum dengan framework operasional, yang akan menjadi panduan setiap keluarga untuk menjalankan HE pada 3 area fitrah sesuai fitrah tahapan usia pertumbuhannya. Tidak ada kurikulum standar, krn tiap anak dan tiap keluarga unik, maka kita harus membuatnya sendiri dengan mengkontekskan keunikan keluarga, daerah masing2 dan kunikan anak. Saya akan kirim frameworknya.
6. bunda Wiwit,
Untuk proses akil baligh anak, adakah perbedaan dalam proses mendidik antara ayah dan ibu? misal peran ayah hanya untuk anak laki2, ibu hanya untuk perempuan dalam hal misalnya psikologi dan sex edu, atau hal lainnya yg berkaitan dg proses akil baligh?
6. Usia 0-2 thn anak dominan berada pada ibunya, usia 3- 6 thn anak perempuan ke ibu dan anak lelaki ke ayah. Usia 7 - 12 tahun (pre aqil baligh) dibalik, anak perempuan ke ayah, anak lelaki ke ibu. Pada usia ini anak sangat membutuhkan terpenuhinya kasih sayang dari sosok lawan jenis. Anak lelaki yang tdk "dekat" dengan ibunya pd usia ini cenderung melecehkan wanita, mencari kasihsayang dgn wanita di luar rumah (berpacaran) dstnya. Begitupula anak wanita yang tdk dekat dengan ayahnya, akan mudah menyerahkan tubuhnya pd lelaki yang bukan haknya. 
Usia 13-15 dibalik lagi, anak lelaki ke ayah sebagai sosok keteladanan sosial, business dan memikul beban syariah. Anak perempuan ke ibu. Ayah dan ibu menjelaskan secara terbuka dari sisi ilmiah (fase pembuahan dan janin, aspek kesehatan) dan sisi syariah (mandi wajib, wajib syariah dll) ttg sex agar anak mendapat informasi pertama. 

7. bunda Ita,
Ini tentang paud yg dibhs diawal td... klo ngelihat potret masyarakat skrng dimana ortu yg msh awam blm tau konsep parenting yg benar pun jg lingkungan yg sangat hedon, mungkin mnurut sy kehadiran paud semacam itu, bs meminimalisir efek negatif dr fenomena td yg sy sebutkn. Naah kira2 kalaupun ttp ada paud bgtu... bgm mewujudkn paud yg bs ttp memback up fitrah anak2 gt...krn fenomena skrng bnyk ibu bekerja yg berpikir dr pd dirumah dididik pmbantu, akn lbh baik jika dititipkn di paud ato tpa semacamnnya ... prtanyaan ini mewakili bbrp keluh kesah dr teman sy... semoga dpt pencerahan dr Pak Harry.jazakumulloh sblmnya
7. PAUD dalam beberapa segi memang bisa menjadi solusi darurat bagi para ibu yang bekerja, namun dengan beberapa catatan penting
1. Umumnya PAUD hari ini berubah menjadi SAUD, yaitu sekolah anak usia dini. Pendidikan berbeda jauh dengan persekolahan. SAUD ini hanya menitik beratkan pada calistung. Pdhl calistung tidak dibenarkan pada usia 0-6 tahun.
2. Guru2 PAUD menggunakan kurikulum pemerintah sehingga terjebak kepada formalitas belajar. Ini berpotensi merusak semua aspek fitrah anak anak kita. Idealnya kalaupun ada PAUD maka para ayahbunda nya dalam komunitas bergantian menitipkan anak secara berjamaah.
3. Guru PAUD bingung bila tidak mengajarkan calistung lantas apa. Padahal ada banyak hal yang dilakukan selain calistung, seperti outing ke museum, berkebun, memelihara ternak, menceritakan kisah2 kepahlawanan baik dalam alQuran maupun karya sastra lainnya.

8. bunda Nurul,
Selain mengajarkan akhlak dan adab,apa yg harus diajarkan oleh ayah ke anak2 dan ibu ke anak2,mengingat ayah waktunya lbh byk dihabiskan di luar utk bekerja?
8. Berhentilah menggunakan kata "mengajarkan", karena pendidikan adalah membangkitkan fitrah. Jika anak sudah suka pada kitabullah maka dia akan mendalami dan menjalankannya selamanya. Jika anak sudah suka belajar dan suka buku, maka dia akan belajar selamanya. Jika anak sudah mengenal dan menyukai bakat dirinya dengan baik, maka dia akan menjalankan perannya sampainakhir hayatnya. Maka baik bekerja atau tidak, anak bersekolah atau tidak maka tugas kita adalah memastikan semua fitrahnya bangkit. Gunakan waktu yang ada dan berbagai kesempatan untuk membangkitkan gairah fitrah anak anak kita.

9. bunda NN,
Bagaimana pengalaman ustadz Harry selama menjalankan HE? Kemudian putra-putri bapak skrng bagamana setelah menjalankan HE? Maturnuwun.
9. Bagi saya, anak2 saya sudah sukses ketika fitrahnya sudah bangkit, tak penting mereka menjadi apa. Mereka akan menjalani peran yang telah digariskan Allah swt, tugas kita hanyalah menemani, memfasilitasi, memberi arahan yang sesuai dan menjadi rekan kerjanya setelah aqillbaligh. Semua anak saya tidak bersekolah formal, mereka hanya fokus pd bakat dan akhlak. Kami rileks dan optimis saja, syukur dan shabar, jangan obsesif dan dominan, bangga dan ridha thd sekecil apapun kebaikan mereka.
Yang pertama, mendalami fotografi dan design di Perancis, setelah sebelum magang di beberapa kawan dan perusahaan sejak tamat SD. Yang kedua sibuk orkestra dan magang dengan maestro musik. Yang ketiga magang design interior di beberapa tempat, usianya 13 tahun, yang keempat magang kuliner dan menari, usianya 10 tahun. Yang kelima masih di bawah 2 tahun. Untuk akhlaknya saya dan istri turun tangan langsung, dan kami memberi mereka pendamping akhlak atau murobby sejak usia 11 tahun.
Namun saya dahulu, 20 tahun lalu, adalah orang tua yang obsesif, bermimpi anaknya jenius semua, unggul dalam semua hal. Dahulu saya sering menggegas anak saya baik dalam hafalan alQuran maupun akademik. Belakangan, 15 tahun kesini, saya baru tahu dan menyesal bahwa pendidikan bukanlah pengajaran dan penjejalan, tetapi membangkitkan fitrah. Sejujurnya anak pertama dan kedua adalah anak coba2, karenanya saya sering meminta maaf pada mereka. 
Nah apa2 yang salah pada saya tidak perlu diulang lagi dan apa2 yang baik dari saya dan teman2 saya lainnya maka saya riset dan strukturkan menjadi pendidikan berbasis potensi fitrah. ✅

Saturday, March 14, 2015

Kuliah Rutin RB KMS: Memandu Kemandirian Anak

Kuliah Rutin Rumah Belajar KMS #4

Hari/Tanggal: 7 Maret 2015
Tema: Memandu Kemandirian Anak

Alhamdulillah pada kuliah rutin RB ke 4, dihadiri oleh 6 orang. Sebelum memulai materi baru, kami berbagi pengalaman dan pemahaman mengenai materi sebelumnya. Pada pertemuan ini kami membahas tentang Memandu Kemandirian Anak dengan resume sebagai berikut:

Memandu kemandirian Anak merupakan hak anak yang wajib kita penuhi sesuai usia mereka. Kadang, kita –orangtua- dimanjakan oleh produk-produk praktis, atau merasa kasihan kepada anak, sehingga membuat kita terlupa melatihkan kemandirian kepada anak-anak kita.

Misalnya: saat kita dimudahkan dengan popok sekali buang, para orang tua sudah merasa biasa memasangkan popok tersebut sehari-hari di rumah, ketika anak-anaknya di atas usia 2-3 tahun bahkan lebih. Padahal, seharusnya sebelum itu, Toilet Training sudah mulai bisa kita latihkan kepada anak-anak sebelum itu. Contoh lainnya, anak yang berusia 2 tahun ke atas, masih atau harus disuapi. Padahal sebelum itu sudah boleh kita latihkan makan sendiri kepada anak-anak. Atau di usia 3 tahun anak sudah bisa memakai sepatu sendiri.

Ya, di sinilah letak peliknya, saat kita belum mempunyai ilmu tentang kemandirian apa saja yang harus dilatihkan, kita masih saja mengikuti cara-cara lama, sehingga melahirkan anak-anak yang tidak mandiri atau terlambat mandiri.

Nah, sebelum kita memulai melatihkan kemandirian anak-anak, ada HAL yang PERLU DIKETAHUI dulu oleh orangtua, yaitu BAGAIMANA AKU DI MATA ANAKKU? Tepatnya mengenal karakter kita sendiri, dalam mendidik anak-anak kita, atau introspeksi diri bahwa ternyata kita-lah yang menjadikan anak-anak tidak mandiri karena tidak konsisten/disiplin dan tidak mandirinya kita. Karena anak tidak pernah salah meng-copy orangtua, tetapi bisa salah dalam memahami perkataan orang tuanya.

Bagaimana aku di mata anakku? Apakah anak-anak menilai kita sebagai:
1.       Orangtua yang terlalu baik – memanjakan atau tidak tega
2.       Orangtua yang kejam – banyak aturan dan pemarah
3.       Orangtua yang Tegas dengan Cinta – firm love

Selanjutnya perlu kita ketahui Penyakit Orangtua yang sedang menggerogoti kita, sehingga kita tidak berhasil melatihkan kemandirian kepada anak, baik kita sadari atau tanpa kita sadari.
1.       Memanjakan Anak: Memberikan apa yang tidak dibutuhkan anak dan melakukan berbagai hal untuk anak yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri.
2.       Tidak Konsisten: Mengikuti semua kemauan anak, aturan sangat longgar, tidak ada punishment ketika melakukan kesalahan. (Karena orangtua yang tidak konsisten akan sulit dipercayai anak).
3.       Rasa Unsecure: Takut kehilangan anak.
4.       Merasa Bersalah: setiap hari kerja terus dan tidak punya waktu untuk anak.
5.       Pengalaman Masa Kecil: Balas dendam masa kecil
6.       Tidak mau ribut dengan anak.

Adapun yang perlu dan wajib dimiliki saat memulai kemandirian anak adalah
1.       Konsistensi (dalam menjalankan aturan yang sudah dibuat begitu juga dengan konskuensinya)
2.       Motivasi (dengan apa yang bisa membuat termotivasi untuk melakukan kegiatan)
3.       Teladan (keteladanan orangtua merupakan kunci bagi anak, jika kita menuntut anak mandiri, maka kitalah yang harus mandiri lebih dahulu)

Hal-Hal yang mendukung kemandirian anak:
1.       Rumah didesain untuk anak, kalau memungkinkan memberikan tempat-tempat khusus juga untuk anak, misalnya tempat gosok gigi atau jemuaran handuk yang terjangkau oleh anak.
2.       Membuat aturan bersama anak, memulai aturan bisa dengan 1 aturan terlebih dahulu, namun konsisten dan perlahan aturan ditambah. Jangan membuat aturan sendiri, apalagi aturannya banyak, karena akan disepelekan anak dan memberikan celah untuk tidak konsisten.
3.       Konsisten melakukan aturan.
4.       Anak diberitahu resiko. Misal resiko yang harus dijalankan saat ada air tumpah, ajarkan anak untuk mengelap lantai, atau saat terluka diberi obat.
5.       Anak diberi tanggungjawab sesuai tingkatan umur dan kemampuan
6.       Memotivasi anak, berikan kepercayaan pada anak dengan unsur permainan, misal: saat anak diberi tugas menutup jendela, atau membersihkan kamar mandi, nanti anak diberikan gelar “Jendral Jendela atau Jendral Toilet”.

Tolok Ukur Kemandirian:
1.       Usia 0-12 bulan, masih dalam tahap sensomotorik, sangat tergantung orang lain
2.       Usia 1-3 tahun, diajak untuk mengontrol diri sendiri, mulai dari toilet training, berbicara jika butuh sesuatu, membereskan mainan, dan mengambil baju.
3.       Usia 3-5 tahun, menunjukkan inisiatif yang besar untuk melakukan kegiatan berdasarkan keinginan sendiri, meniru perilaku dewasa. Contoh: membereskan mainan, membantu ibu menaruh piring/baju kotor.
4.       Usia sekolah: Kemampuan anak menunjukkan prestasi. Diantaranya: mengatur waktu, cara belajar, bergaul dengan teman.

Tahapan membuat Anak Mandiri
1.       Awali dengan keterampilan mengurus diri sendiri, contoh: makan, menggosok gigi dll.
2.       Beri waktu kepada anak untuk bermain bebas
3.       Membantu tugas rumah, menyiram tanaman, membuang sampah dll.
4.       Biarkan anak mengurus waktu sendiri dalam urusan sekolah dan main
5.       Anak diberi tanggungjawab dan dimintai pertanggung jawabannya.
6.       Kondisi badan harus fit dan kuat, imbangi dengan olah raga dan kegiatan di alam terbuka
7.       Ijinkan anak untuk menentukan tujuannya sendiri
8.       Ingat, Anda tidak akan selalu bersama mereka.

Apresiasi terhadap anak-anak yang mandiri
1.       Membuat buku bintang, bisa dibuatkan untuk anak 3-5 tahun, dengan buku bintang bisa memberikan latihan memenej keinginan anak. Misal ketika anak-anak menginginkan sesuatu bisa diwujudkan jika anak sudah mengumpulkan sekian bintang melalui kemandirian yang mereka lakukan.
2.       Apapun bentuk lain dari apresiasi yang menantang bagi anak bisa diberikan kepada anak usia 5 tahun ke atas.
3.       Jangan sekali-kali memberikan uang kepada anak sebagai reward/apresiasi. Karena anak belum terlatih dengan kecerdasan finansial (mengelola uang).
4.       Membuat laporan perubahan kemandirian anak dan orangtua.






Tuesday, March 10, 2015

PR Besar Bunda sebagai orangtua

Suatu kali Azzam bertanya, saat saya membaca Al-Qur’an.

“Bunda, Bunda sedang ‘ngobrol’ sama Allah ya?”
“Kenapa bang?”
“Kata bunda, kalau mau ‘ngobrol’ sama Allah, bisa baca Al-Quran.”
“Owh… Iya bang.”
“Kalau Abang baca Iqra’ gimana Bunda?”
“Kalau baca Iqra’, namanya Azzam sedang belajar membaca perkataan Allah di Al-Quran, nantinya insyaallah Azzam jadi bisa ‘ngobrol’ langsung sama Allah dengan Al-Qur’an.”

Menanamkan iman sebelum Al-Qur’an. Sebuah PR besar yang saya rasakan semenjak belajar menjadi orang tua yang sebenarnya. Sempat bertanya pada diri sendiri, “Kemana saja saya selama ini? Karena masih sangat banyak ketertinggalan dan kejahilan yang masih saya rasakan. Tantangan-tantangan baru mulai terbentang dalam mendidik anak, bukan hanya sekedar tantangan, namun kewajiban diri untuk belajar menjadi lebih baik lagi. Lebih baik hatinya, ilmunya, imannya dan amalnya.

Perlahan namun pasti, saya mulai memperbaikinya, walau kadang masih sempat terjatuh ke lubang yang sama, semoga kesungguhan itu tak lantas melemah apalagi sirna. Ya, anak-anak membutuhkan Bunda sebagai sekolah pertamanya dengan Ayah sebagai kepala sekolahnya.

Saat Ayah dan Bunda saling membahu, anak-anak sangat bahagia mendapatkan hadiah kehangatan dari kedua orangtuanya, namun saat tak lagi menyapa, bahagia pun terenggut dari hati anak-anak. Kewajiban Ayah Bunda menjaga fitrah anak-anak untuk menjadikan mereka Insan Kamil di muka bumi menuntut orangtua untuk menjaga fitrah (keislamannya) terlebih dahulu dengan iman dan amal shaleh.

Iman adalah perkara hati, lisan dan perbuatan manusia. Saat orangtua berusaha menjaga keimanannya bahkan meningkatkannya, saat itu Allah swt tunjukkan jalan-jalan-Nya menuju kebahagiaan yang sempurna, walau dalam perjalanan itu tak selalu mulus dan bahagia. Karena iman tak sekedar kata, namun menuntut ketaqwaan dan ada ujian untuk mengecap manisnya.
Rasulullah bersabda tentang keunikan orang mukmin:

Dari Shuhaib bin Sinan dia berkata: Rasulullah bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim)

Ya, uniknya keadaan mukmin adalah semuanya baik. Sehingga dalam mendidik pun, orangtua (baca:kita), wajib menyertai syukur dan sabar dalam menjalankan peran tersebut. Dengan syukur dan sabar maka semuanya akan memberikan proses yang menyenangkan dalam segala hal.

Kembali kepada diri sendiri, perkara iman saja, 77 cabang iman saja masih belum semuanya saya kuasai. Di sinilah, letak pembelajaran itu perlu ditingkatkan. Banyak dan masih banyak lagi, perlahan satu persatu semuanya mesti saya pelajari dan amalkan, bukan semata karena mendidik anak, namun lebih kepada mendidik diri.

Memperkuat keimanan dengan wujud sabar dan syukur atas berbagai keadaan, tak semudah mengucapkannya. Perlu perjuangan agar iman yang terkadang naik turun, harus dipertahankan minimal pada standar kebaikan, dan akan lebih baik lagi jika mengalami peningkatan. Na’uzdzubillah, semoga turunnya iman tak membuat kita lantas melemah, namun segera Allah swt ingatkan kembali sehingga kita tak hilang dari harapan kebaikan dan berkah dari-Nya.

Ya, semua mesti diperjuangkan, dipertahankan dan ditingkatkan untuk kebaikan diri. Semoga Allah senantiasa menjaga diri ini untuk bisa melakukan yang terbaik sebagai hamba-Nya yang sebenarnya dalam mengemban amanah, melalui anak-anak yang Allah swt titipkan di dunia.

Ya Rabbiii…. Bimbinglah kami…
GK. Parahyangan, 11 Maret 2015


Thursday, March 5, 2015

Tentang Hati

Belum tahu mau memulainya  dari mana. Namun, yang pasti tepatnya, 1 Maret 2015 ada hal mengharukan yang kami rasakan. Berawal dari merasa teduhnya hati kami dengan sebuah pengajian dan nasyid yang kami dengarkan dari radio MQ. Saat rasa itu meluas dalam hati, tanpa saya sadari, suami meminta saya mendoakannya. “Insyaallah, ayah bisa”, jawabku saat itu sembari dalam hati saya berdo’a “Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa…”

Jika hari-hari sebelumnya saya merasakan kesulitan yang beliau hadapi dengan pekerjaannya, namun tidak untuk hari ini. Allah swt memberikan ketenangan bagi harinya saat kami berjalan-jalan bersama. Alhamdulillah, kami menikmati kebersamaan hari itu dengan perasaan damai dan teduh. Semoga memang kedamaian senantiasa menyertai hati kami, sehingga terasa begitu hangatnya sikap di antara kami berdua, begitu juga kepada anak-anak.

Allahumma baariklanaa…

Semoga Engkau berkahi keluarga kami hingga akhir nanti…

Bimbing kami untuk senantiasa dalam kebaikan dan belajar menjadi hamba-Mu yang lebih baik.
Bimbing kami untuk saling mencintai, saling menjaga dan saling menasehati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang.

Bimbing kami ya Allah…
Untuk dapat menjadi orangtua dan pasangan yang senantiasa bersyukur dengan segala hal yang Engkau anugerahkan.

Mohon limpahkan ketaqwaan kepada jiwa kami dan sucikanlah ia, 
karena Engkau-lah sebaik-baiknya Dzat yang mensucikan, Engkaulah Pemilik dan Pelindungnya.

Ya Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak tenang, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat serta dari doa yang tidak dikabulkan.

Aamiin Allahumma aamiin…

Tidak hanya ingin menjadi sekedar wacana, namun ingin semuanya terurai dalam perbuatan. Andai suatu ketika kami lengah, semoga ini menjadi pengingat kembali bagi kami yang lalai dalam amal kebaikan. Laa haula wa laa quwwata illa billaah…

Beberapa hari berlalu, kami kembali mendengarkan nasyid yang ‘menyentuh’ itu, berjudul hati yang mempunyai potongan lirik diantaranya sebagai berikut:

Sentuhlah sang hati
agar tak mengeras bagai besi,
hapus dengan dzikir penuh abdi,
bakar semua keji sampai jadi abu.
Biar semua luruh dan menjadi putih…

Sentuhlah sang hati
agar tak mengeras bagai besi,
basuh dengan dzikir penuh abdi,
persembahkan segalanya pada Ilahi.

Ya, hanya kepada Allah-lah kembali segalanya, Allah yang Maha Mengetahui dan Menguasai apa yang ada di zahir dan batinnya manusia. Semoga Allah kuatkan ikatannya dan menunjuki jalan-jalan-Nya… Aamiin Allahumma Aamiin.


GK. Parahyangan, 5 Maret 2015