Tuesday, March 10, 2015

PR Besar Bunda sebagai orangtua

Suatu kali Azzam bertanya, saat saya membaca Al-Qur’an.

“Bunda, Bunda sedang ‘ngobrol’ sama Allah ya?”
“Kenapa bang?”
“Kata bunda, kalau mau ‘ngobrol’ sama Allah, bisa baca Al-Quran.”
“Owh… Iya bang.”
“Kalau Abang baca Iqra’ gimana Bunda?”
“Kalau baca Iqra’, namanya Azzam sedang belajar membaca perkataan Allah di Al-Quran, nantinya insyaallah Azzam jadi bisa ‘ngobrol’ langsung sama Allah dengan Al-Qur’an.”

Menanamkan iman sebelum Al-Qur’an. Sebuah PR besar yang saya rasakan semenjak belajar menjadi orang tua yang sebenarnya. Sempat bertanya pada diri sendiri, “Kemana saja saya selama ini? Karena masih sangat banyak ketertinggalan dan kejahilan yang masih saya rasakan. Tantangan-tantangan baru mulai terbentang dalam mendidik anak, bukan hanya sekedar tantangan, namun kewajiban diri untuk belajar menjadi lebih baik lagi. Lebih baik hatinya, ilmunya, imannya dan amalnya.

Perlahan namun pasti, saya mulai memperbaikinya, walau kadang masih sempat terjatuh ke lubang yang sama, semoga kesungguhan itu tak lantas melemah apalagi sirna. Ya, anak-anak membutuhkan Bunda sebagai sekolah pertamanya dengan Ayah sebagai kepala sekolahnya.

Saat Ayah dan Bunda saling membahu, anak-anak sangat bahagia mendapatkan hadiah kehangatan dari kedua orangtuanya, namun saat tak lagi menyapa, bahagia pun terenggut dari hati anak-anak. Kewajiban Ayah Bunda menjaga fitrah anak-anak untuk menjadikan mereka Insan Kamil di muka bumi menuntut orangtua untuk menjaga fitrah (keislamannya) terlebih dahulu dengan iman dan amal shaleh.

Iman adalah perkara hati, lisan dan perbuatan manusia. Saat orangtua berusaha menjaga keimanannya bahkan meningkatkannya, saat itu Allah swt tunjukkan jalan-jalan-Nya menuju kebahagiaan yang sempurna, walau dalam perjalanan itu tak selalu mulus dan bahagia. Karena iman tak sekedar kata, namun menuntut ketaqwaan dan ada ujian untuk mengecap manisnya.
Rasulullah bersabda tentang keunikan orang mukmin:

Dari Shuhaib bin Sinan dia berkata: Rasulullah bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim)

Ya, uniknya keadaan mukmin adalah semuanya baik. Sehingga dalam mendidik pun, orangtua (baca:kita), wajib menyertai syukur dan sabar dalam menjalankan peran tersebut. Dengan syukur dan sabar maka semuanya akan memberikan proses yang menyenangkan dalam segala hal.

Kembali kepada diri sendiri, perkara iman saja, 77 cabang iman saja masih belum semuanya saya kuasai. Di sinilah, letak pembelajaran itu perlu ditingkatkan. Banyak dan masih banyak lagi, perlahan satu persatu semuanya mesti saya pelajari dan amalkan, bukan semata karena mendidik anak, namun lebih kepada mendidik diri.

Memperkuat keimanan dengan wujud sabar dan syukur atas berbagai keadaan, tak semudah mengucapkannya. Perlu perjuangan agar iman yang terkadang naik turun, harus dipertahankan minimal pada standar kebaikan, dan akan lebih baik lagi jika mengalami peningkatan. Na’uzdzubillah, semoga turunnya iman tak membuat kita lantas melemah, namun segera Allah swt ingatkan kembali sehingga kita tak hilang dari harapan kebaikan dan berkah dari-Nya.

Ya, semua mesti diperjuangkan, dipertahankan dan ditingkatkan untuk kebaikan diri. Semoga Allah senantiasa menjaga diri ini untuk bisa melakukan yang terbaik sebagai hamba-Nya yang sebenarnya dalam mengemban amanah, melalui anak-anak yang Allah swt titipkan di dunia.

Ya Rabbiii…. Bimbinglah kami…
GK. Parahyangan, 11 Maret 2015


No comments: