“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadu kelemahan diriku, sedikitnya
upayaku serta hinanya diriku di hadapan manusia. Wahai Dzat Yang Paling
Pengasih di antara para pengasih… Engkau adalah Rabb orang-orang yang lemah,
Engkaulah Rabbku, kepada siapa lagi Engkau menyerahkan diriku? Apakah kepada
orang yang jauh tapi bermuka masam terhadapku? Atau kepada musuh yang telah
menguasai urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak ambil
peduli.
Akan tetapi, ampunan yang Engkau anugerahkan adalah lebih luas bagiku.
Aku berlindung dengan perantaraan cahaya wajah-Mu yang menyinari segenap
kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik agar Engkau
tidak turunkan murka-Mu kepadaku atau kebencian-Mu melanda diriku. Engkaulah
yang berhak menegurku hingga Engkau menjadi ridha. Tidak ada daya serta
kemampuan melainkan pekenan-Mu”
(Doa Rasulullah saat
diliputi rasa duka dan sedih terhadap sikap keras yang dialaminya di Thaif)
Adapun hadits Bukhari
yang meriwayatkan dimana setelah kejadian tersebut Jibril menemui Rasulullah
dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah mendengarkan ucapan kaummu kepadamu dan
reaksi mereka terhadapmu. Allah telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung
untuk engkau perintahkan kepadanya sesuai keinginanmu terhadap mereka.”
Malaikat penjaga
gunung tersebut memanggil nabi sembari memberi salam kepada beliau, dan
berkata, “ Wahai Muhammad, hal itu terserah padamu; jika engkau
menginginkan aku meratakan mereka dengan
Al-Akhsyabain, maka akan aku lakukan.” Nabi menjawab, “Bahkan aku berharap
kelak Allah memunculkan dari tulang rusuk mereka orang-orang yang menyembah
Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”
Sosok mulia, Rasulullah saw
sungguh-sungguh menggugah, unik, memberikan jawaban yang menggambarkan
kepribadian dan akhlak beliau yang agung. Dengan keadaan yang teramat sedih dan
berat dengan penolakan kaum Tha’if dengan dakwah beliau, lantas apa yang
dilakukan sosok mulia ini?
1. Bersabar
dan tabah dengan ketabahan tiada dua
2. Mengadu
kepada Allah swt tanpa menyalahkan mad’u (yang diajak) tetapi menyebutkan
kelemahan diri.
3. Tidak
peduli dengan apapun yang penting Allah meridhai (tidak murka)
4. Masih
tetap memohon ampunan kepada Allah, padahal beliau ma’shum dan dalam hal ini,
kesalahan bukan berada pada beliau yang mengajak masyarakat Tha’if untuk
menyembah Allah, bahkan kebenaranlah yang disampaikan.
5. Bahkan,
saat beliau diberi kesempatan melalui Malaikat Jibril dan Malaikat penjaga
gunung, untuk membalas perlakuan masyarakat Tha’if tersebut, Rasulullah bahkan
mendoakan yang paling baik untuk mereka, berharap keturunan mereka menjadi
manusia beriman.
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad…
Melalui teladan akhlak yang
beliau contohkan, dalam mendidik anak, poin-poin ini sangat baik untuk para
pendidik khususnya orangtua juga mengikuti sikap-sikap mulia beliau, meski
belum bisa semuanya, minimal kita mulai mencicil satu persatu agar menjadi
orang tua yang:
1. Mempunyai
stok sabar yang banyak.
2. Memperbanyak
doa kepada Allah swt karena masih kurangnya upaya dan kelemahan diri dalam
mendidik.
3. Selama
Allah swt tidak murka maka lakukanlah yang terbaik dari yang kita mampu.
4. Senantiasa
memohon ampun kepada Allah untuk diri kita (selaku orangtua) dalam kesalahan
mendidik dan meminta pertolongan Allah agar urusan dunia akhirat kita menjadi
baik.
5. Memaafkan
kesalahan anak-anak (yang sejatinya karena mereka masih anak-anak), dan tetap
senantiasa mendoakan yang terbaik untuk anak-anak kita agar menjadi hamba yang
beriman dan shaleh.
Ya Rabbi… bimbinglah kami untuk
bisa mengikuti sunnah-sunnah Nabi-Mu…
Terkenang nasyid jaman kuliah dulu… J
Hatinya suci mulia
Pribadinya agung tak bernoda
Penghuni langit dan bumi cinta kepadanya
Karena ia kekasih Tuhannya
Musuh pun tak
kuasa membencinya
Jasad mereka
menentang, namun hati mereka
Mengakui keagungan
pribadinya
Karena akhlaknya
begitu indah
Seindah keindahan
yang terindah
Cinta kepada umatnya, jangan ditanya
Sedalam perasaan, setinggi lamunan
Secerah bebintang yang bertebaran di alam raya
Tiada berbalas apalagi terbalas
Itulah cintanya
Ketika perihnya
sakaratul maut kau rasa
Saat itupun
engkau masih ungkapkan cinta
Ummatii, Ummatii, Ummatii…
Kau masih teringat akan kami, umatmu
Namun kami selalu melupakanmu
Oh, sungguh mulianya hatinya
Oh, sungguh indahnya cintamu
Wahai saudaraku,
pantaskah kita selalu melupakannya
Karena tanpanya
hidup kita hanyalah kehinaan
Karena tanpanya
hidup kita hanyalah kegelapan
Karena tanpanya
kita takkan pernah mengenal Allah yang Esa.
(Maidany: Cinta Seorang Kekasih).
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad…
G.R. Parahyangan, 10 Mhrm 1437/23 Okt 2015
No comments:
Post a Comment