Semenjak pembahasan kalimat “… wattaqullaha wa yu’allimukumullahu, wallaahu bikulli syai-in ‘aliiim” (QS: Al-Baqarah: 282), yang artinya “… dan bertaqwalah kepada Allah swt, niscaya Allah akan mengajarkanmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”, membuat saya penasaran untuk membuka kembali pembahasan tentang Taqwa.
Penasaran, karena jika saya tidak kembali mengingat, mempelajarinya dan mengamalkannya, bagaimana saya akan memperkenalkannya kepada anak-anak. Walaupun sudah lama tahu mengenai Al-Quran dan ayat-ayat tentang bertaqwa kepada Allah, ternyata yang membuat saya jlebb adalah saat mengikuti materi dari Ustadzah Mulyati (yang lebih senang dikenal dengan Ummu Maryam). Apalagi dikaitkan dengan perintah Taqwa dalam surat Annisa ayat 1, yang artinya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Beliau menjelaskan bahwa manusia yang awalnya satu (Nabi Adam AS) hingga kemudian diciptakan Hawa (istrinya) dan memiliki keturunan, hingga adanya kita sekarang, kita diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah swt. Seolah jika dimaknai bahwa kalimat tersebut ditujukan kepada diri kita pribadi, Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa pada-Nya ketika masih sendiri, dan bertaqwa juga bersama pasangan kita saat sudah bersama dan menjalin silaturrahmi antara kita dan keluarga besar kita.
Ya, pada intinya dalam segala aspek kehidupan, dengan bertaqwa kepada Allah swt, insyaallah semuanya akan menjadi lancar.
Nah, di sinilah letak peliknya, banyaknya pengetahuan tentang taqwa belum berarti kita sudah bertaqwa, karena taqwa lebih terarah kepada amalan yang tidak ada habisnya hingga kita tutup usia. Dalam hal ini saya malah teringat sebuah nasyid yang liriknya:
Sering kita merasa taqwaTanpa sadar terjebak rasaDengan sengaja mencuri-curiDiam-diam ingkar hatiPada Allah mengaku cintaWalau pada kenyataannyaPada harta pada duniaTunduk seraya menghambaBelajar dari IbrahimBelajar taqwa kepada AllahBelajar dari IbrahimBelajar untuk mencintai AllahMalu pada bapak para Anbiya’Patuh dan taat pada Allah semataTanpa pernah mengumbar kataJalankan perintah tiada banyak bicara (SNADA: Belajar dari Ibrahim)
Jujur, mendengar nasyid ini, saya mengangguk-angguk sekaligus terpikir, bagaimana saya akan mengajarkan taqwa kepada anak-anak, jika kenyataannya anak-anak tak melihat teladan orang yang bertaqwa dari orangtuanya, tepatnya saat ini Bundanya –saya- T_T Astaghfirullah…
Saat membaca komponen taqwa yang terdapat dalam al-Quran di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Baqarah 3-5: Beriman pada yang ghaib, mendirikan shalat, berzakat, beriman pada kitab dan beriman pada hari akhir.
2. Al-Baqarah 177: Bersabar dalam kesempitan dan penderitaan (segala cobaan) dan selalu menepati janji.
3. Ali Imran 133-135: Bersegera memohon ampun pada Allah saat berbuat salah dan mudah meminta maaf, bersedekah dalam keadaan lapang atau sempit, bisa menahan amarah, mudah memaafkan orang lain, senantiasa melakukan kebaikan dan berbuat baik.
4. Al-Qashash 83: Selalu ingat kepada Allah.
5. Al-Anbiya’ 48-49: Selalu berhati-hati dalam setiap tindakan karena takut terhadap azab Allah.
Baru dari beberapa poin di atas, kembali diri ini tertampar, betapa masih jauhnya diri dari taqwa kepada Allah… Lantas meminta-minta dan berdoa agar diberikan anak shaleh yang pastinya beriman dan bertaqwa, tapi contoh belum mereka temukan dalam diri ini.
Khususnya lagi bersabar di saat kesempitan. Bersabar kepada anak-anak di saat hati senang dan lapang, itu sudah biasa saya lakukan, tapi kalau saat hati sempit?
Tambah lagi poin, selalu mengingat Allah swt. Benarkah diri ini selalu mengingat-Nya? Kalau benar pastinya hati kita akan tentram dan tenang menghadapi semua yang dihadapkan kepada kita –tepatnya saya- di rumah, yang kadang menghilangkan senyuman kepada suami dan anak-anak, saat lelah harus sebentar-sebentar beberes beres.
Apalagi jika dilihat dari makna taqwa itu sendiri, dalam Shahih Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa taqwa pada dasarnya menjaga diri dari hal-hal yang dibenci, karena taqwa berasal dari kata al-wiqayah (penjagaan). Suatu ketika Umar bin al-Khattab r.a pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab r.a mengenai taqwa. Lalu Ubay bertanya kepadanya: “Apakah engkau pernah melewati jalan berduri?”, Umar menjawab: “Ya”, Ubay bertanya lagi: “Lalu apa yang engkau lakukan?”, Umar menjawab: “Aku akan berusaha keras dan bersungguh-sungguh untuk menghindarinya.” Lalu Ubay mengatakan: “Itulah Taqwa.”
Ya, ya, itulah ketaqwaan: menjauhi segala hal yang diharamkan dan melakukan berbagai macam ketaatan, dengan berusaha keras dan bersungguh-sungguh.
Ya Allah… Bimbinglah kami, menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa yang Engkau tuntun dalam menjaga diri kami dan keluarga kami dari api neraka… Aamiiin Allahumma aamiin.
G.R. Parahyangan 6 Mhr 1437/19 Okt 2015
No comments:
Post a Comment