Wednesday, December 3, 2008

AntAra HidUp, Mati dan CinTa


Luqman pernah berkata kepada anaknya, "Wahai, anakku. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau pastikan bila dia datang, maka persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia mendatangimu sedangkan engkau dalam keadaanlengah."
  Takut, itulah yang berkelebat di jiwaku kini. Entah kenapa, hari ini aku merasa sensitif dengan semua yang ada di sekitarku. Semenjak pukul 09.00 hingga sore ini, macam-macam bayangan yang muncul di rongga kepalaku, berawal dari ingatanku kepada Ayah yang meninggal tanggal 29 Mei tahun lalu, sebelumnya tanpa ada sakit apa-apa. Kata-kata Ayah pada kami dalam seminggu menuju masa akhir beliau, "Maaf, ayah malu sama anak2 Ayah, yang sudah memberikan banyak kebahagiaan untuk Ayah, tapi Ayah belum bisa memberikan kalian apa2, Dina sudah jadi PNS dan banyak bantu keluarga, Iza sudah menamatkan sarjananya dalam masa tiga setengah tahun. Rian, dapat beasiswa ke Mesir untuk S1. Rahmi dan Rahma dengan prestasinya di sekolah", "Jika saja kita ayah orang kaya dan mampu, mungkin iza akan ayah suruh langsung melanjutkan S2, begitu juga Rian, tanpa harus dapat jeda dulu setelah tamat MAPK tentu akan langsung Ayah suruh terbang ke Mesir", maafkan Ayah... gak bisa memberikan yang terbaik seperti yang telah kalian berikan". Saat itu jawaban anak-anak, "Ayahlah yang membuat kami seperti ini Yah, Ayah dan Mama yang mendidik kami sehingga kami bisa begini, kami bangga jadi anak Ayah dan Mama". 
  Ketika Ayah meninggal, kak Dina berkata, "Tangan inilah yang telah membuat kak din, za, rian, rahmi dan rahma bisa dapat pendidikan begini, dengan kerja ayah yang jelas2 dari peluh beliau sendiri dalam leburan emas dan perak yang dibentuk menjadi cincin dan gelang dan dihantar ke toko-toko emas yang memesannya, tapi Ayah belum sempat menikmati hasil yang beliau usahakan selama ini". Aku menangis, "Ya, mungkin ayah sudah menikmati sedikit hasil itu dari kak din, karena kak din sudah banyak membantu keluarga, tapi aku? Belum, karena belum punya kerja yang bisa membantu keluarga". Kini, hal itu berbalik menjadi tanda tanya besar di benakku, dengan kondisiku yang sampai kini masih berstatus pelajar dan belum bekerja sehingga bisa membantu keluarga dan adik-adik, "Apakah yang sudah kuberikan? Andaikata aku juga meninggal dalam waktu dekat ini?", Ayah saja yang sudah berjuang demi keluarga hingga kami berhasil, masih menganggap dirinya belum memberikan apa-apa, belum memberikan yang terbaik. "Lalu aku? Innalillah… Astagfirullah…" Tangisku pecah saat itu, karena kelopak mataku tak mampu lagi membendung aliran derasnya.
  Bayangan kehidupan yang telah kukecap, menjalar ke benakku dan hatiku mulai diselimuti rasa takut. Apa yang sudah kulakukan selama ini? Sekolah, Kuliah dan Kuliah, semua itu bekal untukku. Mana yang udah kuberikan? Ya Allah… Astagfiruka wa atuubu ilaika… Ilmuku masih belum kuamalkan dan kualirkan ya Allah… Masih banyak yang tercecer… Innalillah…
  Tak jua hilang pikiran itu saat aku menghadiri acara Launching Tahsin dan Tahfiz pagi ini. Pengarahan Ustadz Muhibuddin, Lc Al-Hafiz, tentang para penghafal al-quran, yang fadhilahnya bagi diri kita sendiri yaitu dengan semakin banyak hafalan dan pengamalannya, maka akan semakin tinggi derajatnya di surga (HR. Tirmidzi) dan bagi orangtua kita akan dipakaikan mahkota pada beliau di hari kiamat karena hafalan kita (HR. Hakim). Mendengar penjelasan itu aku menangis lagi dan otakku kembali meluncurkan tanda tanya, "apa yang telah kubuat selama ini dengan umurku? Apa salahnya berjuang untuk menghafal sebuah surat cinta Allah? Kenapa gak pernah terlintas di benakku tentang sesuatu yang bisa kuberi untuk beliau di akhirat kelak? Ketika di dunia saja beliau mesih belum sempat menerima wujud terimakasihku… apalagi… kepada Allah SWT, betapa malunya...

  Sebulan berlalu...
  Aku diingatkan seseorang tentang ini. Tulisan yang telah kumulai beberapa bulan lalu. Dalam kalut dan takut pada diriku sendiri. Saat itu, banyak hal yang bergejolak. Entahlah itu masalah, cita-cita, impian dan sebagainya. Yang pasti seingatku, itu membuatku rapuh. Mungkin kalau dihempaskan, akan berderai berkeping-keping, tek berbentuk. Hm... hidup...
  Kini, alhamdulillah itu semua sudah mulai berangsur berubah ke arah yang positif. Banyak semangat baru yang muncul dalam liku hidup yang kulalui. Menatap hari, menyentuh hati, menyelami lautan hidup orang lain di sekitarku. Ya... amat beragam. Benar-benar gak salah... "Wa ma khalaqazzakata wal unsa, Inna sa'yakum la syatta". Semua amal kita memang beragam, banyak jenis dan bentuknya. Kembali ingat masa silam, dengan segala didikan orang tua padaku. Akankah aku juga menjadi orang tua yang baik bagi anak-anakku kelak. Hm... Sekarang kubekali diriku dulu untuk mencapai segala kebaikan itu, meski yang namanya status "sempurna" takkan pernah kukecap. Kecuali hanya milik-Nya. Tapi aku, tetap harus lakukan yang terbaik, bagi siappapun, apalagi untuk diriku sendiri terhadap-Nya.
  Allah, hanya Engkau yang memudahkan segala. Engkau pula yang menetapkan semua. Tak ada yang perlu kusedihkan. Namun semua perlu kusiapkan, untuk bahagiaku, dukaku, ujianku, cobaanku, teguran yang sampai padaku, impianku, cita-citaku, atau entah apalah lagi namanya. Yang penting aku akan berusaha. Engkau yang tak pernah sia-sia atas hamba-Mu. Karena yakinku, aku takkan pernah kecewa jika berada di ridha-Mu.
  Untuk Mama, Ayah, kakak, adik dan orang-orang tercinta... Ku tahu, tak ada cinta tanpa pengorbanan. Ayah yang telah berkorban untuk cintanya demi anaknya. Mama yang berkorban dan bertahan demi cinta pada Ayah dan kami, anaknya. Kakak yang berkorban apa saja untuk membahagiakan mama dan adik-adik kami. Semuanya karena cinta. tak ada yang membuatnya lelah ataupun lemah untuk mencapai semua itu. Walau mereka tahu, bahwa itu semua takkan ada yang mencapai pada kesempurnaan cinta maupun pengorbanan yang sempurna. Namun, ketika mereka telah melakukan yang terbaik, orang yang mereka cintai pun akan sangat merasa dimuliakan dengan apa yang telah mereka lakukan. Meski tak sempurna, pasti itu akan menjadi anugerah terindah dalam hidup mereka karena mendapatkan kebahagiaan bersama yang mereka cinta.  
  Namun yang pasti, semua yang dijalani dengan cinta, takkan pernah membuat luka. Semua hanya menjadi keindahan dalam hiasan apapun. Apalagi cinta pada Yang Maha Cinta, pastinya janjinya tak pernah maya. Semua nyata, karena bagi yang mencinta-Nya, semua hal di dunia yang fana bukanlah apa-apa, kecuali semua adalah hiasan dari lukidan cinta mereka yang mereka bingkai dengan keridhaan. Ridha dalam suka maupun duka, dengan syukur dan sabar. Sehingga ketika bertemu dengan wajah Rabb-nya. Tiada lagi kebahagiaan kecuali cinta yang membara dalam ridha yang membahana di setiap sudut jiwa.
  Semoga nafsu ini terbelenggu dengan sebaiknya, sehingga mampu menemui Allah dalam keadaan yang Dia ridha, semoga terbawa pada hembusan cinta-Nya yang tiada tara. Ya Allah, mohon jadikan kami hamba-Mu yang sebenarnya, seperti yang Kau ridha, karena hanya itulah yang kami damba. Ya Allah... mohon golongkan kami pada hamba yang Kau seru "Ya ayyatuhannafsul muthmainnah, irji'i ilaa rabbiki raadhiyatan Mardhiyyah, fadkhulii fi 'ibaadii wadkhulii jannatii"...

"Rabbanaa atiinaa fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaabannaar..."  

Hentian Kajang 46-2A
Ruang tengah, malam 070608.


No comments: