Baru menyelesaikan 55 halaman
dari 287 halaman buku “Segenggam Iman Anak Kita” yang ditulis oleh Mohammad
Fauzil Adhim, sesekali saya tercenung dengan bacaannya, diiringi dengan
pemikiran panjang tentang cara kami (saya dan suami) dalam mendidik amanah yang
Allah titipkan, dan di Renungan yang berjudul “Segenggam Harap tentang Anak
Kita” membuat saya tidak bisa menahan airmata yang menggenang di pelupuk mata.
Pertanyaan yang dimunculkan penulis tentang “Orangtua seperti apakah aku?”
benar-benar membuat saya berpikir dan merenungkan apa yang telah saya lakukan
menjadi orangtua.
Beberapa kutipan yang membuat
saya merenung (dan saya rasa semua orangtua juga merasakannya), adalah
penggalan-penggalan berikut: (yang mungkin akan jauh lebih terasa jika kita
membaca langsung bukunya)
“Nah, inilah yang perlu kita
renungkan seraya mengingat bahwa sepeninggal kita nanti, diluar shadaqah
jariyah dan ilmu yang manfaat, tak ada lagi yang dapat kita harapkan manfaatnya
selain anak-anak shalih yang mendoakan. Artinya, pertama-pertama mereka harus
menjadi pribadi yang shalih dulu, lalu bersebab keshalihannya mereka mendoakan
kita. Bisa saja anak mendoakan kita setiap hari meskipun mereka tidak shalih.
Tetapi manfaat apa yang dapat kita harap jika mereka mengerjakan apa-apa yang
menjadi penghalang terkabulnya doa? Maka, atas doa anak-anak kita, yang pertama
kali perlu kita risaukan adalah iman mereka; keshalihan mereka.” (hal.15)
Apakah yang sebenarnya engkau
cari?
Atas segala harapan dan
kerinduanmu tentang anak-anak di saat tuamu, apakah yang telah engkau lakukan?
Ataukah saat berharga untuk anak kita lewat begitu saja? Tak ada yang berkesan
bagi mereka, kecuali saat bercanda dengan pembantu. Sebab, mereka inilah yang
amat terasa ketulusannya bagi anak-anak.
Anak-anak telah terlelap
tidur… dan aku tak tahu, apa yang paling membekas dalam diri mereka tentang
kata dan tindakan orangtuanya… Anak-anak telah terlelap… dan mataku sembab
bersebab tak mampu menjawab pertanyaanku sendiri, “Orangtua macam apakah aku?”
Masa kecil anak-anak itu tak
lama. Sesudah berlalu masa yang ia selalu merindukanmu, ia akan kuat menapakkan
kaki sendiri menyusuri dunia. Pada saatnya kita akan tua, renta dan sesudah itu
berpindah ke alam barzakh. Maka, apakah arti masa kecil anak-anak itu bagimu?
(hal.55)

Bahkan firman Allah Ta’ala di
surat An-nisa’ ayat 9: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap mereka (yang ditinggalkan). Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS.
An-Nisa’ [4]: 9)
Ya, tulisan ini benar-benar
membuat kita tersentak, mengingat kembali apa yang ditanyakan oleh penulis kepada
dirinya sendiri, yang juga menjadi pertanyaan bagi saya; pembacanya (para
orangtua), “Orangtua macam apakah aku?”
Pertanyaan yang tak mungkin
dijawab saat ini juga, namun akan terjawab dengan perjalanan waktu kita bersama
anak-anak kita. Pertanyaan yang baru akan terjawab dengan berbenahnya kita
sebagai orangtua ke arah pembaikan nan dilandasi ketakwaan dan perkataan yang
benar. Pertanyaan yang hanya anak kita jualah yang akan menjawabnya, tentang
kita; orangtua mereka. Pertanyaan yang akan kita jawab sendiri-sendiri saat
ini, yang saya sendiri juga belum bisa menjawabnya, mengingat banyaknya
perbaikan yang akan ditempuh.
Pastinya sekarang yang kita
lakukan, menghisab diri dan memperbaikinya, mengutamakan ketakwaan kita kepada
Allah Ta’ala sembari menjaga amanah (anak) yang Dia anugerahkan. Semoga Allah
memberikan petunjuknya kepada kita menjadi orangtua yang seharusnya bagi
anak-anak kita.
Margahayu Kencana, 16
Desember 2013
No comments:
Post a Comment