Posting,
posting, posting ini yang sedang berkelebat sekarang. Tulisannya belum ada, bagaimana mau
posting di Blog? Seharian kemarin otak penuh dengan orderan, hehe. Ya,
alhamdulillah jualan OnLine-ku sedang banyak pesanan, apalagi pagi ini sudah
waktunya juga posting stok baru (dan tulisan baru juga wajib kuposting). Sibuk?
Itu pasti, karena harus mengatur waktu juga bersama anak-anak. Kalau BB sudah
banyak PING-PINGnya, maka WA sudah berpuluh percakapannya, ada juga orderan costumer lewat
sms. Semuanya perlu pelayanan dan biasanya produk paling HOT di Galeri HoosLook
(Husnul Khuluq) –nama OL-Shopku- adalah baju anak muslim LaBella, Buku Bantal,
ABACA dan Mainan Kayu. Untuk menjalani semuanya, aku harus punya pengaturan
yang baik dalam menjalankan tugas-tugasku.

Oia, curhat sedikit, hari ini alhamdulillah Aliya anak ke dua kami sudah bisa duduk sendiri dari posisi tengkurap, dan celotehnya sudah beragam suku kata. Kalau Azzam, alhamdulillah sudah mulai bisa diberi penekanan tentang jadwal bermain di luar rumah, semoga ke depannya bisa disiplin.
Hari
ini, saat membaca buku baru ‘lagi’ dari OnLine, tentang “Metode Montessori”, Bab 5 yang terkait dengan Disiplin. Jika Dr. Abdullah Nashih Ulwan
dalam buku “Pendidikan Anak dalam Islam #2” mengatakan bahwa disiplin harus
dimulai dengan keteladanan, kebiasaan, nasehat dan memberikan perhatian dan
pengawasan, dan jika sudah masuk usia mumayyiz (10 tahun) bisa
dengan hukuman, namun tetap dengan aturan dan bertahap
bertahap
(dengan metode yang paling ringan: menunjukkan kesalahan dengan pengarahan,
ramah tamah, isyarat, dan seterusnya), karena jika anak masih balita, akan lebih baik kita tidak banyak mencela atau menegur mereka.
Sedangkan Charlotte Mason dalam bukunya
“Cinta Yang Berpikir” yang diterjemahkan oleh Ellen Kristi
menyatakan bahwa Disiplin dimulai dengan menjadi
atmosfir inspiratif dan melatih kebiasaan-kebiasaan baik, lugasnya disebutkan
bahwa “education is a dicipline”, pendidikan adalah kedisiplinan,
disiplin dalam melatihkan kebiasaan-kebiasaan baik pada diri sendiri dan anak.
Sedangkan Montessori menyatakan disiplin harus berangkat dari kemerdekaan. Hm,
variatif dan membingungkan :D
Ya,
jika dibaca sekilas, serasa membingungkan pengertian yang diberikan montessori
tentang kedisiplinan. Tetapi jika dibaca lebih lanjut, terlihat jelas bahwa di
sini masih terkait dengan kemerdekaan dalam konteks positif dan bagaimana cara
pandang kita sebagai orangtua menilai kegiatan anak tersebut dengan positif
juga. Satu lagi, ini masih dikaitkan dengan pola anak yang masih usia dini,
karena masih mengeksplor semua yang ingin dia ketahui. Kemerdekaan di sini,
b
Kalau
dikaitkan dengan Islam, intinya semua yang dilakukan anak BOLEH, selagi tidak aturan
Islam yang melarangnya. Khususnya anak yang masih balita, jika masih dalam pengawasan, aktifitas anak
akan jauh lebih baik jika tidak melulu kita kontrol, tetapi bisa dengan
memperhatikan anak dalam melakukan kegiatannya, yang sering kita lihat dalam “bermain”-nya
yang bernilai “belajar”. Memberikan senyuman, memperhatikan kegiatannya tanpa banyak bicara, akan memberi dampak lebih baik kepada anak, memotivasinya dan memberikan apresiasi saat ia berhasil, juga membantu saat anak memerlukan bantuan, jika anak bisa melakukan sendiri, maka sebaiknya kita tidak perlu membantunya. Intinya anak boleh diarahkan, tapi mereka tetap
merdeka.
Biarkan anak jauh lebih aktif dengan eksplorasinya dan kita cukup menjadi pengamat yang berada di sampingnya (kehadiran
kita) dan akan jauh lebih berdampak lagi jika kita hadir bersama mereka dengan
penuh kesadaran (perhatian penuh) bukan kontrol penuh. Karena kebanyakan kita,
saat hadir di depan anak, tetapi hati dan pikiran kita tidak bersama mereka.
Hm,
makin merenung, masih harus meningkatkan perbaikan diri, karena dengan
memperbaiki diri, maka akan berdampak pula pada perbaikan anak-anak. Semua sudah
kumulai dan kurasakan dampaknya, dan tetap saja untuk menjadi lebih baik, maka
aku harus menanjak tinggi lagi dalam perubahanku demi kebaikan kelargaku kelak.
Untuk
kelengkapan pembahasan ini, ingin secepatnya membaca buku terbaru, “Prophetic
Parenting”, insyaallah dalam waktu dekat akan ada ulasan lagi, semoga bisa
mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam membangun keluargaku. Aamiin Allahumma
Aamiin…
(Masih ngutang aja, tentang Manajemen Keuangan, huhu...) semoga secepatnya bisa kutulis. Insyaallah.
Margahayu Kencana, 07 Desember 2013
No comments:
Post a Comment