Friday, December 6, 2013

Sedikit Ulasan Disiplin Anak (Usia Dini)


Posting, posting, posting ini yang sedang berkelebat sekarang. Tulisannya belum ada, bagaimana mau posting di Blog? Seharian kemarin otak penuh dengan orderan, hehe. Ya, alhamdulillah jualan OnLine-ku sedang banyak pesanan, apalagi pagi ini sudah waktunya juga posting stok baru (dan tulisan baru juga wajib kuposting). Sibuk? Itu pasti, karena harus mengatur waktu juga bersama anak-anak. Kalau BB sudah banyak PING-PINGnya, maka WA sudah berpuluh percakapannya, ada juga orderan costumer lewat sms. Semuanya perlu pelayanan dan biasanya produk paling HOT di Galeri HoosLook (Husnul Khuluq) –nama OL-Shopku- adalah baju anak muslim LaBella, Buku Bantal, ABACA dan Mainan Kayu. Untuk menjalani semuanya, aku harus punya pengaturan yang baik dalam menjalankan tugas-tugasku.

Seperti yang sudah sama-sama diketahui :), pekerjaan utamaku sebagai Ibu Rumah Tangga, harus maksimal, apalagi saat berkegiatan dengan Azzam dan Aliya, dua peserta didik sekaligus guru kecilku di rumah. Kalau ditanya maksimal atau belum, pastilah belum sempurna yang kulakukan, karena masih banyak orangtua yang punya cara bagus saat melakukan kegiatan bersama anak-anak mereka. Namun, semuanya sedang kupelajari dari hari ke hari, menjadi orangtua shalih, positif, amazing dan tepat untuk kedua anakku, semoga kelak bisa memberi bekas dan pengaruh baik pada mereka.

Oia, curhat sedikit, hari ini alhamdulillah Aliya anak ke dua kami sudah bisa duduk sendiri dari posisi tengkurap, dan celotehnya sudah beragam suku kata. Kalau Azzam, alhamdulillah sudah mulai bisa diberi penekanan tentang jadwal bermain di luar rumah, semoga ke depannya bisa disiplin.



Hari ini, saat membaca buku baru ‘lagi’ dari OnLine, tentang “Metode Montessori”, Bab 5 yang terkait dengan Disiplin. Jika Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku “Pendidikan Anak dalam Islam #2” mengatakan bahwa disiplin harus dimulai dengan keteladanan, kebiasaan, nasehat dan memberikan perhatian dan pengawasan, dan jika sudah masuk usia mumayyiz (10 tahun) bisa dengan hukuman, namun tetap dengan aturan dan bertahap bertahap (dengan metode yang paling ringan: menunjukkan kesalahan dengan pengarahan, ramah tamah, isyarat, dan seterusnya), karena jika anak masih balita, akan lebih baik kita tidak banyak mencela atau menegur mereka. 


Sedangkan Charlotte Mason dalam bukunya “Cinta Yang Berpikir” yang diterjemahkan oleh Ellen Kristi menyatakan bahwa Disiplin dimulai dengan menjadi atmosfir inspiratif dan melatih kebiasaan-kebiasaan baik, lugasnya disebutkan bahwa “education is a dicipline”, pendidikan adalah kedisiplinan, disiplin dalam melatihkan kebiasaan-kebiasaan baik pada diri sendiri dan anak. Sedangkan Montessori menyatakan disiplin harus berangkat dari kemerdekaan. Hm, variatif dan membingungkan :D

Ya, jika dibaca sekilas, serasa membingungkan pengertian yang diberikan montessori tentang kedisiplinan. Tetapi jika dibaca lebih lanjut, terlihat jelas bahwa di sini masih terkait dengan kemerdekaan dalam konteks positif dan bagaimana cara pandang kita sebagai orangtua menilai kegiatan anak tersebut dengan positif juga. Satu lagi, ini masih dikaitkan dengan pola anak yang masih usia dini, karena masih mengeksplor semua yang ingin dia ketahui. Kemerdekaan di sini, b

Kalau dikaitkan dengan Islam, intinya semua yang dilakukan anak BOLEH, selagi tidak aturan Islam yang melarangnya. Khususnya anak yang masih balita, jika masih dalam pengawasan, aktifitas anak akan jauh lebih baik jika tidak melulu kita kontrol, tetapi bisa dengan memperhatikan anak dalam melakukan kegiatannya, yang sering kita lihat dalam “bermain”-nya yang bernilai “belajar”. Memberikan senyuman, memperhatikan kegiatannya tanpa banyak bicara, akan memberi dampak lebih baik kepada anak, memotivasinya dan memberikan apresiasi saat ia berhasil, juga membantu saat anak memerlukan bantuan, jika anak bisa melakukan sendiri, maka sebaiknya kita tidak perlu membantunya. Intinya anak boleh diarahkan, tapi mereka tetap merdeka.

Biarkan anak jauh lebih aktif dengan eksplorasinya dan kita cukup menjadi pengamat yang berada di sampingnya (kehadiran kita) dan akan jauh lebih berdampak lagi jika kita hadir bersama mereka dengan penuh kesadaran (perhatian penuh) bukan kontrol penuh. Karena kebanyakan kita, saat hadir di depan anak, tetapi hati dan pikiran kita tidak bersama mereka. 

Hm, makin merenung, masih harus meningkatkan perbaikan diri, karena dengan memperbaiki diri, maka akan berdampak pula pada perbaikan anak-anak. Semua sudah kumulai dan kurasakan dampaknya, dan tetap saja untuk menjadi lebih baik, maka aku harus menanjak tinggi lagi dalam perubahanku demi kebaikan kelargaku kelak.   

Untuk kelengkapan pembahasan ini, ingin secepatnya membaca buku terbaru, “Prophetic Parenting”, insyaallah dalam waktu dekat akan ada ulasan lagi, semoga bisa mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam membangun keluargaku. Aamiin Allahumma Aamiin…

(Masih ngutang aja, tentang Manajemen Keuangan, huhu...) semoga secepatnya bisa kutulis. Insyaallah.

Margahayu Kencana, 07 Desember 2013


No comments: