Monday, October 20, 2014

Mendidik Anak Aqil Baligh (15 Tahun ke atas)

Sejatinya pada usia 15 tahun ke atas, kita sudah memiliki anak yang ‘aqil baligh secara bersamaan, InsyaAllah. Pada masa ini orangtua berperan sebagai sahabat yang siap mendengarkan. Home Education sebagai orangtua dan anak nyaris berakhir di usia 14 tahun, karena kita berubah fungsi menjadi “coach” anak kita menjadi dewasa, dengan delivery method HE yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Di usia ini, kita menjadi coach anak untuk “KAYA” akan amalan, mereka akan mengerjakan project dengan tuntas. Biasanya pada usia ini anak-anak sudah mulai terlihat bakat uniknya.

“Menjadi dewasa di usia aqil baligh adalah keniscayaan. Allah swt tidak lalai ketika seseorang dijadikan-nya mampu reproduksi di usia belasan tahun. Pada ghalibnya seseorang pasti menjumpai masa pemudanya atau masa aqil balighnya.”

Namun, pendidikan yang terjadi sebelum mereka menginjak usia baligh-lah yang menyebabkan lambannya kedewasaan (‘aqil) seseorang. Dimana hambatan itu terjadi karena keteladanan orangtua, lingkungan dan masyarakat, termasuk sistem persekolahan.

Anak-anak yang sudah baligh, namun belum ‘aqil atau dipaksa belum ‘aqil tentu akan gelisah. Masa transisi yang panjang dan pengakuan sosial atas kemampuannya untuk menjadi dewasa sangat menyakitkan dan membuat galau. Hampir kita semua mengalaminya, karena sistem sosial dan persekolahan kita membuat masa remaja menjadi sangat panjang.

Pada usia 14-16 tahun, jika model pendidikan anak sejalan dengan fitrah, sejatinya anak-anak kita sudah menjadi makhluk sosial mandiri, utuh dan mampu menjalankan kewajiban syari’ah yan setara denga kedua orang tuanya. Pada tahap ini mereka sudah pada posisi menjadi partner bisnis, partner dakwah, partner dalam segala kerja-kerja jama’ah.

Dalam pendidikan, mereka menjalani pendidikan andragogy, bukan pedagogi. Andragogi adalah pendidikan untuk orang dewasa.

Di usia ini, anak kita sudah bukan anak-anak lagi, karena mereka sudah menjadi ‘aqil baligh, insyaallah. Mereka sudah menjadi individu yang sama dengan orangtua mereka. Sama-sama memiliki tanggungjawab sosial dan memikul kewajiban syariah selaku individu aqil baligh. Di usia ini kita harus bisa menjadi sahabat. Tidak boleh terlalu ikut campur tangan urusan mereka, karena kita pun juga tidak terlalu suka jika orang lain ikut campur urusan kita.

Prinsipnya “apa yang kita tidak suka orang lain memperlakukan suatu hal kepada kita, maka jangan lakukan hal tersebut pada anak kita yang sudah aqil baligh ini.”

Dari sisi visi dan misi hidup anak-anak aqil baligh sudah menemukan potensi dirinya dan mampu mengembangkan potensi diri, potensi alam dan potensi zaman. Potensi alam dan zaman tersebut disesuaikan dengan lingkungan sekitar saat ini, karena pemimpin lahir sesuai zamannya dan sesuai orang yang dipimpinnya.

Urusan iman, akhlak, adab dan bicara sudah tidak dimulai dari awal. Pada masa ini mereka tinggal mengimplementasikan ke empat hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Karena anak-anak di usia ini sudah harus mengusung visi peradaban. Anak-anak aqil baligh ini sudah mulai melatih kemampuan mengadabkan manusia, mengadabkan alam, zaman, dan memiliki akhlak mulia. Karena misi kehidupan para aqil baligh tidak akan jauh dari misi hidup Rasulullah saw, yaitu menyempurnakan akhlak manusia.

Adapun peran peradaban mereka adalah:

1.       Sebagai khalifah fil ardl
2.       Mampu memikul kewajiban secara individu dan sosial
3.       Menjadi muzakki

Di usia aqil baligh ini para ulama sepakat bahwa apabila kita (orangtua) masih menyediakan segala keperluan pribadi anak, termasuk kebutuhan dasarnya maka sifat hukumnya bukan wajib lagi, melainkan sedekah.

Adapun cara orangtua mendampingi/mengarahkan anak pada masa ini adalah dengan sering mengajak anak melihat kasus kehidupan di sekitarnya, kemudian mencari problem solving. Contoh: kemacetan Bandung, challenge: andaikata kamu yang pegang Bandung saat ini, apa yang akan kamu lakukan? Kemudian break down dengan langkah kecil yang bisa dia lakukan sekarang. Lama kelamaan anak akan menjadi project based talent leader.

Untuk mendidik anak agar bisa mandiri secara finansial agar mencukupi segala keperluan pribadinya di usia aqil baligh adalah dengan mengikuti jejak Rasulullah saw, yaitu:

1.       Usia 12 tahun     : Internship/magang usaha dan dagang
2.       Usia 17 tahun     : Usaha mandiri sebagai manager perdagangan regional
3.       Usia 25 tahun     : Bisnis owner dan menjalin aliansi dengan investor
4.       Usia 37 tahun     : Peduli dengan masalah akhlak, sosial, dan ekonomi masyarakat
5.       Usia 40 tahun     : Berdakwah meluruskan tatacara dan moralitas bisnis ummat
6.       Usia 53 tahun     : Membangun pasar di samping masjid
7.     Usia 63 tahun : Memastikan ummat Islam tidak merugi di akhirat nanti, karena pola bisnis riba, haram dan tidak bermoral.

Melatih kemandirian diajarkan sejak kecil, serta membudayakan ”nyantrik”/magang dimulai dari usia 12 tahun ke atas. Kemudian ajak anak untuk mengerjakan aktifitas di ranah passion-nya terus menerus sehingga menjadi produktif. Di titik ini anak sudah dibekali ilmu ikhtiar dan rezeki. Sehingga di usia 15 tahun ke atas dia memahami bahwa bukan tugas kita mengkhawatirkan masalah rezeki, melainkan menyiapkan jawaban “darimana” dan “untuk apa” atas tiap karunia Allah swt. Karena, betapa banyak orang yang bercita-cita menggenggam dunia, mereka lupa bahwa hakikat rezeki bukanlah yang tertulis dalam angka, melainkan apa yang dinikmatinya dan yang bermanfaat untuk orang banyak.

Anak-anak 15 tahun ke atas harus mulai paham bahwa ikhtiar itu adalah bagian dari ibadah, sedangkan rezeki itu urusan Allah swt. Ikhtiyar itu laku perbuatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, sedangkan rezeki itu merupakan ‘kejutan’ dari-Nya.

Jika pola pendidikan yang kita lakukan sesuai dengan pola mendidiknya Rasulullah saw, maka akan banyak para calon imam keluarga dan calon ibu baik di muka bumi ini. Sayangnya, saat ini dikonversi usia 20 tahun ke atas setara dengan usia 14-15 tahun di zaman Rasulullah. Ada upaya pelambatan usia aqil baligh, sehingga terjadi banyak penyimpangan perilaku anak muda.

Adapun pendidikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini tidak ada bedanya, karena keduanya aqil baligh di usia yang hampir bersamaan. Kalau anak perempuan justru kalau di usia aqil baligh sudah bisa menjadi muzakki, maka peluang baginya untuk menjadi ibu professional akan menjadi sangat besar, karena mesin uangnya sudah berjalan sendiri.

Semakin dini kita persiapkan pendidikan berbasis potensi dan akhlak kepada anak-anak kita, maka semakin cepat anak-anak “terpanggil” dalam menunaikan ibadah syar’i termasuk di antaranya haji dan menikah di usia muda. Karena prinsipnya bukanlah orang yang “mampu” yang dipanggil oleh Allah swt, melainkan Allah swt “memampukan” orang-orang yang terpanggil.  

Pembahasan  Grup HE-bPA, 21 Oktober 2014


No comments: