Pre
‘Aqil Baligh mulai 0-7 tahun
Sebagaimana
telah diketahui sebelumnya, proses mendidik adalah proses “inside out”, kita menemani anak-anak untuk mengeluarkan
potensi-potensi fitrahnya agar tumbuh paripurna (insan kamil). Diantara fitrah itu adalah fitrah waktu pertumbuhan
atau tahap perkembangan. Menyiapkan generasi ‘aqil baligh tentu ada
tahapan-tahapannya:
Untuk
pendidikan generasi Aqil Baligh pada tahap balita, referensi yang paling indah
adalah kehidupan Rasulullah saw di usia 0-5 tahun. Kebanyakan kita menganggap
bahwa pendidikan sama dengan sekolah, sehingga banyak PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini) berubah bentuk menjadi SAUD (Sekolah Anak Usia Dini). Sehingga
kebanyakan orangtua memasukkan anak-anak (balita) mereka ke sekolah atau
lembaga untuk persiapan masuk ke tingkat selanjutnya (SD). Tetapi PAUD bukanlah
seperti yang dimaksud kebanyakan orang, tetapi menjaga anak-anak balita agar
tetap utuh menjadi anak usia dini dengan semua aspek fitrah pada usianya.
Sebagaimana
Rasulullah saw, kita bisa melihat bagaimana Allah swt mempersiapkan pendidikan
usia dini Rasulullah saw sebagai seseorang yang paling lembut dan halus tutur
katanya. Kefasihan tutur itu adalah “BAHASA
IBU” yang diperoleh beliau dengan baik ketika tinggal di kalangan Bani
Sa’adah pada rentang usia 0-5 tahun, yang bahasanya masih murni. Bahkan pada
masa anak-anak beliau, Rasulullah dikenal dengan gelar al-amin (yang dipercaya perkataannya).Bahasa bukan sekedar grammar, dia adalah ekspresi fikiran dan
perasaan, gagasan dan curhatan. Bahasa Ibu sangat penting untuk membentuk
generasi ‘aqil baligh pada tahap berikutnya.
Sebagai
catatan, banyak pakar pendidikan yang tidak merekomendasikan mengajarkan bahasa
asing pada usia balita, bahkan sampai usia 9 tahun. Sekalipun ada juga pendapat
yang menolaknya. Karena, banyak kasus dengan terlalu cepat mengajarkan bahasa
asing akan menyebabkan mental block, yaitu
kegagalan dalam mengekspresikan gagasan. Ini jauh lebih buruk daripada tidak
bisa berbahasa asing sama sekali. Anak-anak yang sulit mengekspresikan perasaan
maupun gagasan akan memiliki hambatan perkembangan dan rentan depresi. Jadi
bahasa ibu adalah bagian penting dalam bahasa balita. Bahasa ibu adalah bahasa native sehari-hari di rumah/keluarga.
Adapun
teknik pendidikan anak 0-5 tahun yang kedua adalah melalui Belajar Bersama Alam (BBA): melalui belajar di alam terbuka, meng”alami”
langsung fenomena-fenomena di alam dan sekitar. Memperkenalkan ayat-ayat
kauniyah Allah swt melalui alam sekitar kepada anak, akan lebih mengena ke
dalam diri anak dibandingkan anak ditunjuk-ajari. Sebagaimana kita ketahui juga
bahwa Rasulullah saw memiliki fisik yang sehat dan kuat selama belajar di alam.
Rasulullah
saw menggembalakan kambing sampai puncak bukit, sekitar usia 3-7 tahun. Pada
hari ini kegiatan tersebut bisa diganti dengan permainan outbond dan kegiatan
outdoor, outing bareng orangtua.
Tidak ada cerita detail tentang berapa usia Rasulullah saw mulai menggembalakan
kambing, tetapi yang jelas selama Rasul berada di Bani Sa’adah beliau melakukan
itu. Untuk anak-anak kita sekarang aktifitas-aktifitas tersebut disesuaikan
dengan usia anak dan dicarikan aktifitas serupa yang melatih sensomotorik dan executive function. Misalnya peternakan
kecil dengan tingkatan yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
Dengan
cara Belajar Bersama Alam, kita bisa mengajak anak tadabbur al-Qur’an sembari memandang keindahan ciptaan Allah,
sambil bergerak dan berimajinasi, sehingga akan jauh lebih berkesan dan efektif
untuk sensomotorik anak. Dalam hal ini orangtua memandu anak untuk mengenal
alam, mengenal dirinya, mengenal tanda-tanda zaman, dalam rangka menguatkan
rasa cinta kepada Allah swt.
Berikutnya
yang ketiga adalah Akhlak dan Kearifan
Lokal yang sesuai dengan akhlak Islam.
Adapun
yang keempat adalah Aqidah atau ma’rifatullah, untuk hal ini perlu
pembahasan khusus untuk penjelasannya.
Melihat
itu semua, sesungguhnya hal-hal yang justru mesti kembali kepada kita selaku
orangtua. Kita mesti memperbaiki tutur bahasa, mulai suka dan sering
beraktifitas fisik di alam, mempraktekkan akhlak-akhlak dan adab-adab baik di
rumah, dan memiliki aqidah yang baik.
Anak
balita pada dasarnya menyukai tutur yang halus, suka bergerak di alam terbuka,
suka perbuatan-perbuatan baik dan menyenangkan, serta membutuhkan sosok Tuhan.
Sosok Tuhan yang dimaksud di sini adalah kasih sayang dan perlindungan orang
tuanya.
Merujuk
kepada pendidikan ala Nabi Ibrahim as, “Bapak
segala Nabi”, pola pendidikan mengenal alam sudah diterapkan sejak dini
kepada putra-putra beliau. Aktifitas fisik di alam itu pada dasarnya bergerak
atau berkegiatan untuk memahami ayat-ayat Allah swt. Konsep beliau tentang
pendidikan putra putrinya sangat lengkap, meliputi aspek:
1. Tilawah
untuk pencerahan intelektual
2. Tazkiyah
untuk penguatan spiritual
3. Taklim
untuk pengembangan keilmuan
4. Hikmah
sebagai panduan operasional dalam amal kebajikan
Menjelaskan hikmah kepada anak perlu dilakukan. Hikmah ini membutuhkan kearifan. Dapat dimulai dari alasan keberadaan kita diciptakan Allah. Hikmah ini akan menjadikan kita memiliki dasar yang hakiki dalam melangkah di setiap kehidupan.
Pendidikan
dengan pola ini membuat Ismail as sangat yakin akan keberadaan Allah swt di
usia yang masih kecil, artinya setiap kali mengenal alam, rasul dan para nabi
selalu mengaitkannya dengan aqidah.
Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pada usia 0-7 tahun anak masuk dalam tahap KAYA WAWASAN, maka tugas kita orangtua
adalah mendampingi anak-anak untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya pengalaman.
Memperkenalkan alam kepada anak-anak dimulai dari lingkungan sekitar kita,
sehingga sejak dini mereka akan paham dengan lingkungan dimana mereka hidup,
sehingga kearifan lokal akan muncul dalam diri anak ketika memasuki aqil
baligh. Anak pun tidak tercerabut dari lingkungannya sehinhga mereka menjadi 'aqil dan baligh secara bersamaan.
Pembahasan Grup WA (HE-bPA), 03 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment