Tuesday, October 14, 2014

Menyiapkan Generasi Aqil Baligh #01

Pre ‘Aqil Baligh mulai 0-7 tahun

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, proses mendidik adalah proses “inside out”, kita menemani anak-anak untuk mengeluarkan potensi-potensi fitrahnya agar tumbuh paripurna (insan kamil). Diantara fitrah itu adalah fitrah waktu pertumbuhan atau tahap perkembangan. Menyiapkan generasi ‘aqil baligh tentu ada tahapan-tahapannya:

         Untuk pendidikan generasi Aqil Baligh pada tahap balita, referensi yang paling indah adalah kehidupan Rasulullah saw di usia 0-5 tahun. Kebanyakan kita menganggap bahwa pendidikan sama dengan sekolah, sehingga banyak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) berubah bentuk menjadi SAUD (Sekolah Anak Usia Dini). Sehingga kebanyakan orangtua memasukkan anak-anak (balita) mereka ke sekolah atau lembaga untuk persiapan masuk ke tingkat selanjutnya (SD). Tetapi PAUD bukanlah seperti yang dimaksud kebanyakan orang, tetapi menjaga anak-anak balita agar tetap utuh menjadi anak usia dini dengan semua aspek fitrah pada usianya.

        Sebagaimana Rasulullah saw, kita bisa melihat bagaimana Allah swt mempersiapkan pendidikan usia dini Rasulullah saw sebagai seseorang yang paling lembut dan halus tutur katanya. Kefasihan tutur itu adalah “BAHASA IBU” yang diperoleh beliau dengan baik ketika tinggal di kalangan Bani Sa’adah pada rentang usia 0-5 tahun, yang bahasanya masih murni. Bahkan pada masa anak-anak beliau, Rasulullah dikenal dengan gelar al-amin ­(yang dipercaya perkataannya).Bahasa bukan sekedar grammar, dia adalah ekspresi fikiran dan perasaan, gagasan dan curhatan. Bahasa Ibu sangat penting untuk membentuk generasi ‘aqil baligh pada tahap berikutnya.

        Sebagai catatan, banyak pakar pendidikan yang tidak merekomendasikan mengajarkan bahasa asing pada usia balita, bahkan sampai usia 9 tahun. Sekalipun ada juga pendapat yang menolaknya. Karena, banyak kasus dengan terlalu cepat mengajarkan bahasa asing akan menyebabkan mental block, yaitu kegagalan dalam mengekspresikan gagasan. Ini jauh lebih buruk daripada tidak bisa berbahasa asing sama sekali. Anak-anak yang sulit mengekspresikan perasaan maupun gagasan akan memiliki hambatan perkembangan dan rentan depresi. Jadi bahasa ibu adalah bagian penting dalam bahasa balita. Bahasa ibu adalah bahasa native sehari-hari di rumah/keluarga.

Adapun teknik pendidikan anak 0-5 tahun yang kedua adalah melalui Belajar Bersama Alam (BBA): melalui belajar di alam terbuka, meng”alami” langsung fenomena-fenomena di alam dan sekitar. Memperkenalkan ayat-ayat kauniyah Allah swt melalui alam sekitar kepada anak, akan lebih mengena ke dalam diri anak dibandingkan anak ditunjuk-ajari. Sebagaimana kita ketahui juga bahwa Rasulullah saw memiliki fisik yang sehat dan kuat selama belajar di alam.

Rasulullah saw menggembalakan kambing sampai puncak bukit, sekitar usia 3-7 tahun. Pada hari ini kegiatan tersebut bisa diganti dengan permainan outbond dan kegiatan outdoor, outing bareng orangtua. Tidak ada cerita detail tentang berapa usia Rasulullah saw mulai menggembalakan kambing, tetapi yang jelas selama Rasul berada di Bani Sa’adah beliau melakukan itu. Untuk anak-anak kita sekarang aktifitas-aktifitas tersebut disesuaikan dengan usia anak dan dicarikan aktifitas serupa yang melatih sensomotorik dan executive function. Misalnya peternakan kecil dengan tingkatan yang disesuaikan dengan kemampuan anak.

Dengan cara Belajar Bersama Alam, kita bisa mengajak anak tadabbur al-Qur’an sembari memandang keindahan ciptaan Allah, sambil bergerak dan berimajinasi, sehingga akan jauh lebih berkesan dan efektif untuk sensomotorik anak. Dalam hal ini orangtua memandu anak untuk mengenal alam, mengenal dirinya, mengenal tanda-tanda zaman, dalam rangka menguatkan rasa cinta kepada Allah swt.

        Berikutnya yang ketiga adalah Akhlak dan Kearifan Lokal yang sesuai dengan akhlak Islam.

       Adapun yang keempat adalah Aqidah atau ma’rifatullah, untuk hal ini perlu pembahasan khusus untuk penjelasannya.

        Melihat itu semua, sesungguhnya hal-hal yang justru mesti kembali kepada kita selaku orangtua. Kita mesti memperbaiki tutur bahasa, mulai suka dan sering beraktifitas fisik di alam, mempraktekkan akhlak-akhlak dan adab-adab baik di rumah, dan memiliki aqidah yang baik.

        Anak balita pada dasarnya menyukai tutur yang halus, suka bergerak di alam terbuka, suka perbuatan-perbuatan baik dan menyenangkan, serta membutuhkan sosok Tuhan. Sosok Tuhan yang dimaksud di sini adalah kasih sayang dan perlindungan orang tuanya.

Merujuk kepada pendidikan ala Nabi Ibrahim as, “Bapak segala Nabi”, pola pendidikan mengenal alam sudah diterapkan sejak dini kepada putra-putra beliau. Aktifitas fisik di alam itu pada dasarnya bergerak atau berkegiatan untuk memahami ayat-ayat Allah swt. Konsep beliau tentang pendidikan putra putrinya sangat lengkap, meliputi aspek:
1.       Tilawah untuk pencerahan intelektual
2.       Tazkiyah untuk penguatan spiritual
3.       Taklim untuk pengembangan keilmuan
4.       Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal kebajikan

Menjelaskan hikmah kepada anak perlu dilakukan. Hikmah ini membutuhkan kearifan. Dapat dimulai dari alasan keberadaan kita diciptakan Allah. Hikmah ini akan menjadikan kita memiliki dasar yang hakiki dalam melangkah di setiap kehidupan.

Pendidikan dengan pola ini membuat Ismail as sangat yakin akan keberadaan Allah swt di usia yang masih kecil, artinya setiap kali mengenal alam, rasul dan para nabi selalu mengaitkannya dengan aqidah.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada usia 0-7 tahun anak masuk dalam tahap KAYA WAWASAN, maka tugas kita orangtua adalah mendampingi anak-anak untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya pengalaman. Memperkenalkan alam kepada anak-anak dimulai dari lingkungan sekitar kita, sehingga sejak dini mereka akan paham dengan lingkungan dimana mereka hidup, sehingga kearifan lokal akan muncul dalam diri anak ketika memasuki aqil baligh. Anak pun tidak tercerabut dari lingkungannya sehinhga mereka menjadi 'aqil dan baligh secara bersamaan.

Pembahasan Grup WA (HE-bPA), 03 Oktober 2014





No comments: