Pre ‘Aqil Baligh 8-14 tahun
Menyiapkan generasi ‘Aqil Baligh
di usia 8-14 tahun, kita (orangtua) bertugas memandu anak untuk “KAYA” akan gagasan, setelah sebelumnya (0-7tahun) anak sudah kita KAYA-kan wawasannya. Saat ini anak boleh bergonta ganti ide. Pada fase tujuh tahun kedua anak (8-14 th), orangtua menjadi teman
bermain bagi anak, dan anak mulai bisa mempunyai peran dalam keluarga besar dan
komunitas.
Di usia 8-14 tahun, merupakan
saat untuk menularkan value dan
karakter, karena di usia 0-7 tahun anak merupakan saat pembentukan karakter. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa value keluarga
dan karakter tidak bisa diajarkan tetapi ditularkan (melalui keteladanan).
Anak usia 8-14 tahun umumnya
sudah mulai tidak ego sentris, mulai melihat nilai-nilai sosial dan etika-etika
dasar, dalam ajaran Islam, pada usia setahun sebelumnya (7 tahun) anak sudah
mulaidiperintahkan shalat.
Rentang usia 8-14 tahun,
pendidikan anak terbagi pada 2 tahap:
1. Usia
8-10 tahun: Mengenal potensi diri, magang/club untuk membuka wawasan sehingga
melahirkan gagasan, dan mulai menjalani ibadah syariah.
2. Usia
10-14 tahun: Belajar bersama Maestro, magang project, menghebatkan potensi
diri, kemandirian, kepemimpinan dan sebagainya.
Anak-anak di jenjang usia 8-14
tahun mulai mengenal “MIMPI apa yang akan dia BANGUN”. Ada beberapa tahapan
yang ditempuh pada fase ini:
a. Pandu
anak untuk memahami misi hidupnya dengan cara:
1.
Mengajak akan untuk paham “Who am I?”
2.
Mengajak anak untuk memahami alam
sekitarnya/lingkungannya (kearifan lokal)
3.
Mengajak anak untuk memahami zaman saat dia
dibesarkan dan prediksi zaman saat anak ‘aqil baligh nanti.
4.
Kuatkan aqidah anak akan keberadaan Allah swt.
b. Pandu
anak untuk memahami potensi dan bakatnya. Di bawah ini adalah tahapan yang
sudah dipraktekkan oleh Ibu Septi Peni Wulandani dan Pak Dodik Maryanto kepada
anak-anak beliau, dengan tahapan sebagai berikut:
1.
Memperbanyak aktifitas anak yang NON-Pelajaran,
agar anak cepat memeukan potensi dirinya.
2.
Memasukkan anak ke club Talent sesuai dengan
potensi yang ditemukan dan diulang terus menerus.
3.
Ajak anak menuangkan mimpinya dalam VISION
BOARD
4.
Memperkenalkan anak kepada beberapa learning
model yang berkaitan dengan mimpi anak.
5.
Memandu anak-anak untuk membuat Talent based Individual Project.
6.
Menularkan Leadership dengan benar.
Usia 0-14 tahun, syarat utama
pendidikan anak adalah dekat dengan mentor utama yaitu ayah dan ibunya. Karena
prinsip anak adalah “DON’T TEACH ME, I LOVE TO LEARN”.
Calon imam keluarga (anak
laki-laki) harus dekat dengan imamnya di tumah, agar terinfeksi value yang
ditanamkan oleh ayahnya sebagai imam keluarga. Calon imam keluarga juga harus
merasakan kasih sayang dan kelembutan ibunya, agar dia mempunyai patron (pattern) mendidik istri dan anak
perempuannya.
Demikian juga calon ibu (anak
perempuan) harus dekat dengan ibunya agar dia bisa menyerap “energi rahim”
(kasihsayang) yang hanya dimiliki seorang ibu. Calon ibu harus melihat
ketegasan dan kelembutan ayahnya sebagai imam keluarga, agar terbayang
bagaimana kalau dia mendidik calon imamberikutnya, serta paham kualitas “imam
keluarga” seperti apa yang akan dia hadirkan untuk anaknya kelak.
Tentu kita masih ingat bahwa HAK
anak sebelum dilahirkan adalah memiliki Ayah dan Ibu yang tangguh dan hebat.
Remaja Islami itu identik dengan
anak yang masuk usia belasan, beragama Islam, menjalankan kewajiban yang sudah
semestinya dilakukan, seperti shalat, menutup aurat, mengaji dan lain-lain,
seakan-akan “taken from granted” tidak
perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Posisi remaja pada pembagian
perkembangan anak menurut psikologi Barat yang berada di tengah-tengah antara
anak dan dewasa ini justru membingungkan. Sedangkan dalam Islam, pembagian
perkembangan anak jelas berupa Pre Aqil Baligh dan Aqil Baligh.
Secara syari’ah, ketika seorang
anak mencapai aqil baligh, maka berlakulah “sinnu
taklif” (masa-masa pembebanan syari’ah) bagi anak. Artinya anak kita yang mencapai
aqil baligh maka kewajiban syariahnya akan setara dengan kedua orang tuanya. Kesetaraan
itu terkait dalam hal shalat, puasa, zakat, haji, jihad, nafkah, dan kewajiban
sosial lainnya. Sehingga akibat amal perbuatan yang mereka lakukan sudah kembali
kepada diri mereka sendiri, apakah itu pahala (jika beramal baik sesuai syariat)
ataukah dosa (jika berbuat hal haram/melanggar syariat).
Adapun aktifitas lainnya yang
sudah dipraktekkan oleh keluarga Bu Septi kepada anak-anak usia 8-14 tahun
adalah “nyantrik” atau magang kepada
ahlinya, baik dalam bidang kehidupan sehari-hari maupun bakat. “Nyantrik” ini
sebaiknya dilakukan anak-anak usia 12 tahun ke atas.
Aktifitas Home Education yang
bernama “nyantrik” ini adalah kegiatan belajar langsung kepada ahlinya, dengan
cara mengikuti aktifitas dan arahan sang ahli sebagai Coach selama berada di
rumahnya.
Adapun syarat-syarat utama “nyatrik”
adalah:
1. Anak
sudah memegang value keluarga dengan sangat kuat. Sehingga tidak terombang
ambing saat melihat value keluarga lain.
2. Anak
sudah mandiri, bisa mengurus keperluannya sendiri.
3. Anak
sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah selain keperluan dirinya, karena
nanti akan melakukan pekerjaan rumah ini di rumah “Coach”.
4. Anak
paham apa yang akan dia pelajari, karena datang langsung ke sumber belajar.
5. Anak
sudah belajar iman, akhlak, adab dan bicara.
Jika kelima hal tersebut sudah
dipelajari anak, saatnya dia praktek untuk “nyantrik” di beberapa keluarga untuk
membangun networking.
Adapun contoh-contoh kegiatan
yang dilakukan anak-anak HE/HS yang "nyantrik" di rumah Ibu Septi adalah: Coaching
clinic para calon imam, belajar menyiapkan sarapan sendiri, mencuci piring dan
gelas setelah digunakan. Duduk di meja makan peradaban, karena di sinilah
mengalir banyak ide. Mempersiapkan Project based Talent.
Jika Home Education menjadikan
anak kuper, pasti ada yang salah. Karena sosialisasi dalam HE maupun HS itu
bersifat vertikal dan tak berbatas waktu, bisa dengan segala umur, bisa kapan
saja, dan tidak perlu menunggu hari libur.
No comments:
Post a Comment