Saturday, October 18, 2014

Menyiapkan Generasi 'Aqil Baligh #03

Cara menyiapkan generasi Pre ‘Aqil Baligh 0-7 tahun (sambungan)

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) terbaik adalah Rumah. ‘Rumah’ tersebut mempunyai peranan penting bagi anggota yang berada di dalamnya, biasa kita sebut ‘Keluarga’. Keluarga inilah basis terkecil untuk membangun peradaban, dan ‘Rumah’ yang menjadi tempatnya.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan anak balita yang pertama adalah Bahasa Ibu. Sehingga tidak salah pepatah Arab yang mengatakan “al-ummu madrasatul uula, idzaa a’dadtaha, a’dadta sya’ban thayyibal a’raaq” yang artinya Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.

Ya, bahasa ibu sangat berperan dalam pembentukan generasi ‘aqil baligh di tahap berikutnya. Benar dan baiknya penguatan bahasa ibu dalam rumah, bertujuan agar anak-anak mampu mengekspresikan gagasannya dengan baik. Karena itu, jangan renggut hak mereka bercengkerama dengan bahasa ibu di usia dini, dengan cara memberikan lingkungan yang baik melalui bahasa ibu serta memberikan kualitas dan kuantitas waktu yang maksimal untuk mereka, dengan cara menghadirkan fisik, jiwa dan fikiran kita FULL saat bersama-sama dengan anak. Pada usia ini anak mendapatkan tahapan stimulus melalui keteladanan orang terdekat dengan mereka (orangtua), maka keteladanan baik kitalah yang dibutuhkan untuk menjalani proses belajar bersama anak di usia ini.

Jika suatu waktu mereka melakukan kesalahan, maka berprinsiplah “It’s OK to make mistakes, we learn from our mistakes”. Tak mengapa jika kita membuat kesalahan (karena tak melulu anak yang salah, terkadang kita sebagai orangtua juga pernah), tetapi kita belajar dari kesalahan tersebut. Selanjutnya, saat terjadi kesalahan (masalah), maka berfokuslah kepada solusi, bukan kepada masalah yang terjadi.

Misal saat anak memecahkan benda pecah belah, maka kita tak langsung memarahi anak. Tetapi mulai mengajarkan anak tindakan pertama saat ada yang pecah, seperti mengucapkan “STOP” (meminta anak berhenti di tempat).  Berlanjut mengajarkan anak cara membersihkan pecahan kaca yang benar. Selanjutnya mengambil pelajaran dari hal yang sudah terjadi, bagaimana cara memegang atau meletakkan barang pecah belah dengan baik, agar tidak pecah. Serta berhati-hati saat menggunakan barang pecah belah.

Namun jika suatu waktu mereka melakukan kebaikan atau kesuksesan, maka apresiasikan kebaikan  maupun kesuksesan tersebut, sekecil apapun itu. Hargai usaha mereka, dengan menyebutkan kebaikan mereka secara spesifik dan lanjutkan dengan menggali perasaan sukses mereka. Misal ketika anak membantu temannya, “Waah… Alhamdulillah Kakak baik ya, suka berbagi sama teman, sehingga mau meminjamkan (….), untuk si (….), jadi temannya senang. Bagaimana rasanya bisa membahagiakan teman Kak? Jika anak menjawab senang. Bagus J, karena dengan membahagiakan orang lain, adalah sikap yang disukai Allah swt dan Rasul. Wah, senangnya kalau kita bisa terus berbuat baik dan membahagiakan orang lain ya?

Berlanjut dengan teknis belajar bersama anak dengan 5 W + 1 H:
  1. Jika anak belum bisa berkomunikasi dengan baik, bisa dengan cara kita yang memulai bertanya, bahkan jika anak belum bisa menjawab, maka kita yang menjawabnya. Misal, saat anak akan mandi. “Siapa yang mandi?”, “Adik”. “Kapan adik mandi?”, “Adik mandi pagi-pagi”. “Dimana adik mandi?”, “di kamar mandi”, “Bagaimana caranya mandi?”, “Menyiram dengan air, (bila langsung praktek menyiramkan air ke anak), memakai sabun dan bilas sampai bersih”, Kenapa Adik mandi?”, “Supaya bersih dan sehat”. Ya, Allah swt menyukai kebersihan….bla bla bla…
  2. Jika anak sudah bisa berkomunikasi, ajaklah anak bermain “game bertanya”. Pegang satu benda atau tunjuk 1 benda. Misal, malam hari saat melihat bulan. “Itu apa nak? (sambil menunjuk bulan), “Bulan”. Sekarang coba buat pertanyaan tentang bulan, kita kumpulkan pertanyaan sebanyak-banyaknya dari anak, kita juga bisa ikut serta membuat pertanyaan bersama anak. Game bertanya, tidak memerlukan jawaban dari orangtua, dan anak juga tidak perlu menjawab, karena hanya belajar membuat pertanyaan saja.
  3. Jika semakin lama, anak semakin banyak bertanya, saat anak bertanya tidak melulu kita harus menjawabnya. Bisa kita ajak anak sama-sama mencari jawaban, atau menjanjikan memberikan jawaban karena kita yang tidak tahu jawaban yang benar dan tepat dari anak, atau mengajarkan anak praktek saat ada hal yang ditanyakan, tanpa kita jawab bisa kita ajak anak melakukan eksperimen, sehingga anak sendiri yang akan menjawabnya. Di saat kita benar-benar tidak mengetahui jawabannya, kita perlu mengakuinya kepada anak dan berusaha mencari jawaban bersama dengan belajar bersama atau bertanya kepada ahlinya.
  4.  Saat anak semakin sering bertanya bahkan mengulang-ulangi pertanyaannya, berusahalah untuk melayaninya dengan setulus hati. Melayani anak di sini bukan orangtua menjadi pelayan, tetapi menjadi pemandu atau fasilitator. Atau jika ada kakaknya, cobalah mengikut sertakan sang kakak untuk belajar memberikan jawaban atas pertanyaan si adik.

Selanjutnya mengajarkan hikmah kepada anak. Hikmah membutuhkan kearifan, kita mulai dari alas an keberadaan kita diciptakan Allah swt. Anak-anak mulai mengenal mengapa dia dititipkan kepada kita sebagai orangtuanya. Artinya kita sama-sama menjadi orang pilihan Allah di keluarga ini. Hikmahnya: mari kita bersinergi untuk menjadi “Home Team” yang hebat. Team (Home Team) ini bertugas menemukan potensi anggotanya dan melejitkannya.

Mengapa Allah memberikan rumah, pakaian, kendaraan, makan dsb? Karena ini sebagai bukti Allah sayang kita, maka hikmahnya: mari kita gunakan fasilitas ini menjadi bermanfaat untuk banyak orang. Hikmah ini akan menjadikan kita memiliki dasar yang hakiki dalam melangkah di setiap kehidupan.

Mengenalkan Allah swt kepada anak sejak dini:
  1. Setiap azan, kita ajak anak shalat (bisa dengan digendong, setelah mensucikan si anak terlebih dahulu).
  2. Setiap makan selalu mengatakan bahwa ini rezeki dari Allah swt. Mari kita syukuri dengan cara makan yang baik sehingga bermanfaat bagi tubuh.
  3. Setiap kali anak meminta mainan, mintalah anak untuk berdoa kepada Allah swt. Karena dia yang Maha Memberi. Kemudian, ketika mainan bisa dibeli, sampaikan kepada anak bahwa doanya terkabul, maka bersyukurlah.
  4. Perkenalkan kepada anak, untuk cinta kepada Allah kita perlu ‘ngobrol’ (berdialog) dengan Allah melalui shalat dan doa. Sedangkan untuk tahu apa yang disampaikan Allah kepada kita, maka bacalah Al-Quran (sembari memperdengarkan bacaan/hafalan al-Qur’an kita kepada anak – bagi anak yang belum bisa membaca al-Qur’an), karena Allah swt menjelaskan semua kalam-Nya melalui al-Quran.

Selaras dengan pendidikan anak melalui keteladanan dan bahasa ibu yang baik, anak yang belajar bersama alam juga bisa kita mulai dengan mengajarkan mereka cinta kepada makhluk lain, melalui memelihara binatang atau tumbuhan menyesuaikan dengan tingkatan usia anak. Karena Rasullah saw menggembalakan kambing sampai puncak bukit, usia rentang 3-7tahun. Pada hari ini kegiatan tersebut bisa diganti dengan peermainan outbond, outdoor, dan outing bareng dengan orangtua.

Kegiatan menggembala kambing juga merupakan salah satu cara menularkan leadership kepada anak. Adapun cara menularkan leadership dengan benar adalah dengan cara orangtua harus melakukan proses leadership di rumah, artinya anak harus tertular langsung dari leadership orangtua mereka. Contoh: kalau punya makanan, tawarkan ke saudaranya terlebih dahulu, serta mengajarkan cara berkomunikasi yang benar. Ini akan menjadi modal dasar saat ‘Aqil Baligh. Karena saat ‘aqil baligh nanti anak akan menjadi leader.

A leader is one who knows the way, show the way, goes the way

Hal ini sangat berkaitan erat dengan bahasa ibu dan keteladanan yang didapatkan oleh anak. Maka dalam mendidik anak, kita (orangtua) harus berikhtiar (memilih usaha yang terbaik) dalam mendidik anak, dibarengi do’a (tawakkal) kita kepada Allah swt, agar menjadi orangtua yang mampu mendidik dengan perkataan yang benar. Sebagaimana firman Allah swt, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa`: 9)

Aamiin Allahumma Aamiin…

Mari kita lakukan yang terbaik untuk generasi yang lebih baik… ^_^

19 Oktober 2014

No comments: