Cara menyiapkan generasi Pre ‘Aqil Baligh 0-7 tahun
Telah dijelaskan sebelumnya dalam pembahasan “Home Education”, bahwa memulai HE :
1. Menyadari peran kita sebagai penerima/penjaga amanah Allah SWT dengan tujuan utama adalah untuk mencintai Allah SWT melalui penguatan Aqidah (ketauhidan) dan Akhlak (keshalihan dalam amalan)
2. Membuat list tugas yang “SEMESTINYA” kita lakukan sebagai orang tua, kemudian menjalankannya satu demi satu dengan istiqamah: konsisten (terus menerus), resisten (punya daya tahan/keteguhan) dan persisten (selalu ada kemajuan). Adapun kunci awal dari semua ini adalah mendidik diri kita lebih dahulu sebelum mendidik anak.
3. Memahami konsep “Anak dilahirkan atas fitrah”.
4. Mempersiapkan diri, kuatkan mental, dan merubah cara mendidik yang lebih baik untuk menerima SK dari yang Maha Memberi Amanah.
5. Tazkiyatunnafs: pensucian jiwa/membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun, menjaga/berhati-hati dari hal-hal syubhat apalagi haram, yang biasa dikenal dengan wara’ kepada Allah swt dengan harapan keridhaan-Nya dan agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kecerdasan yang tinggi atau peran (tau’iyatul a’laa). Ini merupakan pondasi awal dalam mendidik anak, selanjutnya masalah teknis.
Tujuh tahun pertama (0-7 th): Ajak anak untuk “KAYA” akan wawasan
Pada tahap ini orangtua bertugas memandu anak-anak untuk memperkaya wawasan mereka, dengan cara memperbanyak mengenal ayat-ayat Allah yang tersebar di muka bumi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ayat-ayat Allah swt terbagi pada dua bentuk: Ayat Kauniyah (alam semesta dan ciptaan-Nya) juga Ayat Qauliyah (Al-Qur’an).
Untuk anak 0-7 tahun memperkenalkan Ayat-Ayat Kauniyah bisa didahulukan dalam memperkenalkan cinta kepada Allah yang Maha Mencipta kepada mereka, disamping memperkenalkan Ayat Qauliyah melalui bacaan/hafalan kita (orangtua/pendidik). Karena melalui ciptaan Allah swt, bahkan dari kehadiran anak-anak atau dalam diri mereka sendiri, merupakan karunia Allah swt / bukti keberadaan sang Pencipta (Allah swt), begitu juga dengan alam yang ada di sekitar mereka yang merupakan bukti kebesaran dan kecintaan Allah swt kepada kita (manusia).
Kata kuncinya pada masa ini adalah membuat anak “KAYA” wawasan, karena hanya orang kaya yang bisa memilih. Kaya wawasan juga termasuk sekolah, namun yang utama dan terpenting adalah memberikan hal wajib yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dimana keduanya tidak ada perintah langsung dengan kata “sekolah” atau “madrasah”, melainkan dengan IQRA’ dan THALABUL ‘ILMI (Uthlubul ‘ilma…).
Maka ajaklah anak kaya wawasan untuk melihat berbagai macam bentuk dan cara ‘Iqra dan Thalabul ‘Ilmi. Sekolah merupakan salah satu cara dari ‘Iqra dan Thalabul ‘Ilmi, tetapi bukan satu-satunya.
Memberikan pilihan sekolah kepada anak sebaiknya di usia SD, sedangkan sebelum usia itu sebaiknya kita bermain dan belajar bersama anak.
Tahapan kaya wawasan adalah iman, akhlak, dan adab. Maka sarana mengenalkan ayat-ayat tersebut adalah dalam rangka meningkatkan aqidah anak tentang kecintaannya kepada Allah swt.
Adapun tahap berikutnya adalah mengajarkan adab kepada anak, seperti adab tidur, adab makan minum, adab berdoa, adab bersyukur dan
sebagainya. Selanjutnya mengajarkan cara berbicara yang baik dan jujur, karena Rasulullah itu Shiddiq dan juga Tabligh.
Prinsipnya adalah DON’T TEACH ME, I LOVE TO LEARN. Jangan pernah mengajari, karena mendidik itu bukan mengajar, tetapi belajar. Maka belajarlah bersama anak.
Jadikan anak sebagai subyek pembelajaran, proses belajar disesuaikan dengan anak, bukan anak yang dipaksa menyesuaikan diri dengan semua standar dan metode pendidikan yang ada, karena itu pilihlah metode belajar yang menyenangkan.
Libatkan anak dalam berbagai kegiatan yang kita lakukan (sesuai dengan tingkatan usia anak).
Kemanapun kita pergi, beraktivitas dengan mereka, pertanyaan yang muncul di benak kita adalah: “Pelajaran apa yang bisa didapatkan anakku hari ini?”
Sehingga kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja, anak-anak tetap masuk dalam ranah belajar.
Ingat kembali 4 hal tujuan pendidikan anak:
1. Intellectual Curiosity (Membangkitkan Rasa Ingin Tahu)
2. Creative Imagination (Imajinasi Kreatif)
3. Art of Discovery and Invention (Seni Menemukan Hal Baru)
4. Noble Attitude (Akhlak Mulia)
Untuk usia 0-7 tahun perbanyaklah bermain “Membuat game bertanya” dengan anak, sebagaimana tujuan belajar yang pertama yaitu membangkitkan rasa ingin tahu (Intellectual Curiosity) dengan menggunakan 5W 1H (What, Where, Why, When, Who & How)
Misal beberapa waktu lalu, kegiatan di hari raya Idul Adha: bisa mengenalkan kisah keluarga Nabi Ibrahim as. Selanjutnya rasa ingin tahu tentang kambing (kurban) – jawaban diarahkan pada penguatan iman, akhlak, adab dan bicara. Jika anak sudah punya Intellectual Curiosity, maka balas dengan The Power of Question bukan dengan pernyataan, apalagi mematahkan/memadamkan rasa ingin tahu anak.
Contoh: Saat kita memotong daging kurban untuk dimasak.
Anak: “Bunda, aku mau potong-potong”
Bunda: “Waah… Mau belajar ya… :) mau pakai pisau-pisauan atau guntung-guntingan?”
Setelah anak memilih, beritahu cara yang benar, jika anak ngotot ingin memakai pisau asli, beri anak tantangan, “Kalau kakak/adik sudah pintar pakai alat latihan ini, langsung kita masuk level pekai pisau beneran”. Dan penuhi janji kita, saat anak berhasil melakukannya, kenalkan juga resiko dari benda-benda tajam kepada anak-anak agar anak berhati-hati.
Bersikap tegas dengan cara baik dan benar kepada anak sudah dimulai sejak usia 0-7 tahun. Karena itu masa pembentukan (menggunakan komunikasi produktif kepada anak). Semakin bertambah usia, semakin longgar.
Mengelola hubungan komunikasi antara Ayah Ibu kepada anak, antara marah dan tegas itu berbeda. Marah itu, hati kita ikut sert, sehingga hasilnya tidak baik, suara terdengar keras, wajah terlihat ‘kesal/sangar’, sedangkan ‘tegas’, hati tidak ikut, sehingga yang kita ucapkan dan tindakan yang muncul tetap baik dan benar. Jangan perbanyak emosi, hukum alamnya orang yang emosionalnya tinggi, rasional dan logikanya rendah. Dalam hal ini bahasa ibu (orangtua), adalah sarana anak dan orangtua saling memahami dan membangun bonding. Jika muncul tantangan (masalah) bersama anak, buatlah penyelesaian dengan prinsip I WIN, You WIN.
Agar kegiatan belajar lebih teratur, kita bisa membuat menu bermain dengan anak menjadi 3: menu pagi, menu siang, dan menu malam (jadwal ini sebagai contoh saja, bisa dirubah menyesuaikan keluarga masing-masing).
Menu Pagi : dari bangun tidur – jam masuk sekolah (jika anak sudah sekolah)
Menu Siang : jam belajar anak-anak di sekolah (jika belum sekolah, kembali kita ingat bahwa anak bisa belajar bersama siapa saja dan dimana saja, tidak harus di sekolah)
Menu Malam : Pulang sekolah – sebelum tidur.
Bersambung…
No comments:
Post a Comment